Sabtu, 03 Februari 2024

Jika Pemkab Bekasi Berintegritas Jalani Rekomendasi BPK Terkait Desa


Oleh:

Izhar Ma’sum Rosadi, Warga Kab Bekasi, Pemerhati, Ketua Umum DPP LSM BALADAYA


Publik disajikan pemberitaan media yang memuat demo kepala desa di depan gedung DPR RI Senayan Jakarta, dan pada hari yang sama, Penjabat (Pj) Bupati Bekasi, Dani Ramdan bersama Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, BN Holik Qodratullah, menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kinerja dan Kepatuhan Semester II Tahun 2023, terkait pemeriksaan kinerja atas efektivitas upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas tata kelola keuangan dan aset desa dalam rangka mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan tahun anggaran 2021 sampai dengan semester I tahun 2023 pada Pemerintah Kabupaten Bekasi, yang diserahkan oleh Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat, di Auditorium Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat, Bandung, Rabu (31/1/2024). Sehingga dua momentum itu pun menjadi ketertarikan bagi penulis untuk mencermati tentang desa. 


Kepala desa memang sejatinya harus fokus dan berintegritas dalam membangun desa menjadi desa yang maju dan mandiri. Undang-Undang Desa telah menempatkan desa sebagai ujung tombak pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Desa diberikan kewenangan dan sumber dana yang memadai agar dapat mengelola potensi yang dimilikinya guna meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat desa. Untuk meningkatkan partisipasi komunitas desa, Pemerintah Indonesia memberikan Dana Desa kepada desa-desa di seluruh Indonesia sejak tahun 2015. Undang-undang Nomor 6/2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 60/2014 tentang Dana Desa yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara mensyaratkan adanya pendapatan pemerintah desa yang berasal dari Dana Desa selain pendapatan lainnya guna mengefektifkan program berbasis desa secara merata dan berkeadilan. Dana ini memberikan kesempatan kepada pemerintah desa untuk mengelola dan memanfaatkan keuangan sesuai dengan kebutuhannya. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 memungkinkan pemerintah desa untuk menggunakan Dana Desa sebagai penyertaan modal Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) untuk peningkatan perekonomian desa, pengelolaan potensi desa, peningkatan usaha, penciptaan pasar, perbaikan layanan umum, penciptaan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan masyarakat desa.


Desa dapat mendirikan badan usaha sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dipertegas kembali melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. BUM Desa sebagai salah satu program andalan pemerintah untuk meningkatkan kemandirian perekenomian di desa berpotensi memberikan manfaat dan kesejahteraan seluruh warga desa. Dampak ekonomi BUM Desa diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli desa yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan, mengurangi pengangguran serta penurunan tingkat kemiskinan.

Peningkatan infrastruktur ekonomi di desa / kelurahan seperti BUM Desa dan Badan Ekonomi Kelurahan dapat memberikan dampak terhadap peningkatan ekonomi masyarakat desa jika dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Manajemen pengelolaan infrastruktur, sumber daya manusia, dan luasnya sebaran informasi merupakan beberapa faktor yang dapat berkontribusi terhadap manfaat infrastrukur tersebut. Tujuan pendirian dari Badan Usaha Milik Desa adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa terutama untuk masyarakat kurang mampu. Semakin besarnya rumah tangga kurang mampu yang mengetahui informasi keberadaan badan usaha lokal memberikan indikasi desiminasi informasi tentang manfaat badan usaha lokal yang lebih tertarget untuk pengembangan ekonomi masyarakat miskin. Kemudian, apakah informasi tersebut hanya terbatas kepada grup tertentu seperti keluarga aparat kelurahan atau informasi badan usaha lokal diketahui oleh seluruh masyarakat di desa/kelurahan tersebut

Pemanfaatan badan usaha ekonomi lokal dapat memberikan dampak terhadap kesempatan pekerjaan masyarakat di sekitarnya. Pada bagian sebelumnya, kami memperlihatkan bahwa masyarakat memanfaatkan badan usaha lokal sebagai akses terhadap keuangan serta akses perdagangan. Jika pemanfaatan ini memberikan kesempatan untuk masyarakat melakukan wiraswasta, perdagangan, distribusi hasil pertanian atau aktifitas ekonomi lainnya, maka badan usaha lokal dapat memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat sekitar.


Dalam upaya untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan antara desa dan kota, salah satu fokus penggunaan Dana Desa adalah untuk pembangunan infrastruktur perdesaan. Setidak-tidaknya ada 4 (empat) jenis infrastruktur, yakni infrastruktur transportasi, penerangan, kesehatan, dan pertanian. Pertama, Pembangunan infrastruktur jalan bertujuan untuk mempercepat dan memperlancar akses transportasi manusia dan barang di daerah bersangkutan sehingga aktifitas ekonomi di wilayah tersebut bisa berjalan dengan lebih baik. Akses dan kualitas jalan dapat meningkatkan perkembangan usaha non-pertanian (nonfarm enterprises) di perdesaan sehingga meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan. Kedua, sebagaimana halnya dengan infrastruktur jalan, akses dan kualitas infrastruktur penerangan dapat meningkatkan perkembangan usaha non-pertanian (nonfarm enterprises) di perdesaan sehingga meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan. Ketiga, Infrastruktur pertanian, bahwa perbaikan kualitas infrastruktur pertanian, khususnya irigasi, setelah adanya Dana Desa. Perbaikan irigasi kecil dapat meningkatkan produksi pertanian, khususnya pertanian tanaman pangan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja pertanian, dan memengaruhi aktivitas ekonomi di luar sektor pertanian. Dan keempat, Infrastruktur kesehatan dapat beupa infrastruktur sanitasi, air bersih, dan selokan.

Darius Beda Daton, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT (2022) dalam tulisannya yang berjudul “Mengawasi Dana Desa” menguraikan bahwa “’dalam kenyataannya, dana desa yang berlimpah tersebut rawan korupsi. Tata kelola dana desa belum sepenuhnya bebas dari korupsi. Tren korupsi kian meningkat dari tahun ke tahun. Praktek korupsi perangkat desa menempati urutan ketiga tertinggi setelah ASN dan swasta. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sejak tahun 2015-2020 sebanyak 676 terdakwa kasus korupsi berasal dari perangkat desa. Semuanya menjadikan anggaran desa sebagai objek korupsi. Dari segi pelaku, kepala desa adalah yang terbanyak menjadi pelaku korupsi. Area yang rawan antara lain saat perencanaan dan pencairan.’ Penyebab korupsi dana desa adalah karena minimnya kompetensi aparat desa, tidak adanya transparansi dan kurangnya pengawasan pemerintah dan potensi intervensi bagi masyarakat yang turut mengawasi serta adanya intervensi atasan dalam pelaksanaan kegiatan fisik yang tak sesuai perencanaan.

Pada pemerintahan daerah kabupatn Bekasi, misalnya,  BPK RI (2019), dalam “Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi Tahun 2018: Buku III Laporan Hasil Pemeriksaaatas Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan , Nomor : 34C/LHP/XVIII.BDG/05/2019, Tanggal : 24 Mei 2019,” halaman 44 – 45. menguraikan bahwa mekanisme pertanggungjawaban dana desa, alokasi dana desa, bagi hasil pajak dan retribusi daerah, serta bantuan keuangan belum sesuai ketentuan. Dari hasil pemeriksaan atas penatausahaan dan pengelolaan Dana Desa (DD) diketahui hal-hal sebagai berikut; Penatausahaan Penyaluran Dana Desa oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bekasi Belum Sesuai Ketentuan; dan Desa belum menyampaikan LPJ realisasi pelaksanaan DD, ADD, Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah, dan Bantuan Keuangan kepada Bupati. Bahwa sesuai ketentuan yang berlaku, pemerintah desa wajib menyampaikan LPJ kepada Bupati. Berdasarkan dokumen rekapitulasi penyampaian laporan yang disampaikan oleh DPMD diketahui bahwa sampai dengan berakhirnya pemeriksaan tanggal 30 April 2019, dari 180 desa di Kabupaten Bekasi, hanya 48 desa yang menyampaikan LPJ tahap ketiga ke DPMD. Dan pada tahun 2019 pun, ada Eks Kepala Desa Karang Asih terlibat kasus korupsi anggaran desa sebesar 1 Miliar (Detik.com, 2019).

Berkaca pada hal tersebut di atas, ditambah lagi dengan rekomendasi BPK terkait pemeriksaan kinerja atas efektivitas upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas tata kelola keuangan dan aset desa dalam rangka mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan tahun anggaran 2021 sampai dengan semester I tahun 2023 pada Pemerintah Kabupaten Bekasi, maka pemerintah daerah kabupaten Bekasi perlu lebih meningkatkan pembinaan dan pengawasan terkait tata kelola pemerintahan desa serta menjalankan rekomendasi BPK dengan sungguh-sungguh dan berintegritas, Selain itu juga perlu memastikan berkualitasnya infrastruktur perdesaan (BUM Des, transportasi, penerangan, kesehatan, perekonomian, dan pertanian). 

Dengan tawaran solusi tersebut, kita berharap jika pemkab Bekasi jalani rekomendasi BPK terkait desa dengan berintegritas maka dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat desa berupa peningkatan kualitas hidup, peningkatan kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan antara desa dan kota.



Sabtu, 03 Juni 2023

PENGELOLAAN APBD, JUJUR DAN PANCASILA

 PENGELOLAAN APBD, JUJUR DAN PANCASILA



Oleh: Izhar Ma'sum Rosadi, Warga kabupaten Bekasi Jawa Barat 


Pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah memiliki relevansi atas kebutuhan untuk melayani masyarakat di daerah dalam hal penyediaan barang dan jasa. Penggunaan APBD melalui terselenggarannya proyek proyek pemerintah akan menjadi pemantik tumbuhnya perekonomian bagi masyarakat  penerima manfaat program. Itu pun jika hal itu dilaksanakan secara merata, berkeadilan dan jujur.

Jujur ini penting dalam hal pemenuhan kewajiban pengguna APBD untuk dapat mengelolanya secara transparan dan akuntabel. 

Pemangku kebijakan sepantasmya melakukan model penggunaan APBD yang bermanfaat bagi masyarakat secara merata, berkeadilan dan jujur.

Perilaku pemangku kebijakan seperti itu, searah dengan apa yang diistilahkan oleh Stephen Covey (The 7 Habits of Highly Effective People) menyebutnya sebagai "the abundance mentality".

Apa itu the abundance mentality?

"It is the paradigm that there is plenty out there and enough to spare for everybody.  It results in sharing of prestige, of recognition, of profits, of decision making.  It opens possibilities, options, alternatives, and creativity."

Kita ikut senang melihat kesuksesan para pelaku dan atau pengguna APBD serta partisipasi masyarakat yang terlibat bersama-sama untuk mewujudkan sukses bersama pembangunan yang berkualitas di daerah .


Kebalikan dari itu adalah "the scarcity mentality" yang sering diidentikkan dengan spirit kapitalisme: mendorong kompetisi, ketegangan, bahkan perang. "The Scarcity mentality" adalah paradigma hidup menang-kalah (zero-sum).

"The Abundance Mentality, on the other hand, flows out of a deep inner sense of personal worth and security."

Menang karena menjadi pengguna anggaran lalu mengalahkan rakyat? 


Jika pengadaan barang dan jasa sudah direncanakan dengan anggaran yang sesuai agar menjadi barang yang bagus dan berkualitas, kenapa sih hasilnya menjadi barang kurang berkualitas dan pada terjadi kekurangan volume dan lebih bayar?

Jika program Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap (PTSL) itu gratis, kenapa harus ada pungli dari ratusan ribu hingga  jutaan rupiah?

Jauh sebelum Covey, para leluhur kita, juga para pendiri bangsa paham akan kejujuran.

Jika kita ingin Pancasila punya manfaat  dari sekedar omong kosong belaka, kita harus menemukan kembali mentalitas kejujuran.

Kejujuran adalah salah satu karakter bangsa Indonesia yang tercermin dalam pancasila yang termasuk dalam nilai-nilai Kemanusian yang Adil dan Beradab yang tercantum dalam Pancasila. Kejujuran termasuk ke dalam nilai moral.

Sabtu, 08 Oktober 2022

Menjadi Narasumber Jurnalis Dokumenter dari Prancis Terkait Udara Bersih

 

Menjadi Narsum Jurnalis Dokumenter dari Prancis terkait Udara Bersih, pada 25 September 2022, di Kabupaten Bekasi Jawa Barat.





Sabtu, 24 September 2022

Bias Metodologis Kehumasan atas Viral ASN dan TKK Pemkot Bekasi Karaoke Berseragam SMA


Oleh ;

Izhar Ma’sum Rosadi (Pemerhati Kehumasan Pemerintah dan Ketua Umum Perkumpulan Baladaya)

(Tulisan ini pernah dipublish di advocatnews.com, trustmedia.id, dan info baru.co.id, pada 24 September 2022)


ADANYA perilaku Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi yang menjabat sebagai Lurah Jatirangga dan Tenaga Kerja Kontrak (TKK) pada Sekretariat DPRD (Sekwan) karaoke berseragam SMA dan Pramuka, menyebabkan viral dan banyak media online yang melakukan pemberitaan atas kejadian tersebut. Lantas kemudian bagaimana Pemkot Bekasi dalam menangani perilaku ASN dan TKK karaoke berseragam SMA. 

Pada tanggal 12 September 2022 pemerintah kota Bekasi melalui Sekretaris Daerah (Sekda) Reny Hendrawati bersama Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Karto , serta Hanan Tarya selaku Sekretaris Dewan (Sekwan) telah melakukan klarifikasi yang telah dilakukan oleh bawahannya, dalam pernyataannya terdapat bahwa kejadian tersebut diluar jam kerja dimana para ASN serta TKK sudah pulang lalu melakukan perayaan pesta ulang tahun salah satu pegawai TKK di lingkungan Sekretaris dewan.


Menilik pada pernyataan Humas DPRD Kota Bekasi ke Publik, melalui situs https://dprd.bekasikota.go.id/read/klarifikasi-pemberitaan-trustmediaid diakses pada 19 September 2022, bahwa pada poin kelima memang diyatakan bahwa kegiatan tersebut dilaksanakan di luar jam kantor, atau digelar setelah pulang kerja. Pernyataan tersebut patut dikritisi dari sisi Kehumasan Pemerintah.


Kita ketahui bahwa praktik kehumasan sudah dikenal sejak awal abad ke-20, dan hingga saat ini definisi dari public relation(PR) sudah berkembang seiring dengan perubahan peran dan perkembangan teknologi (PRSA, 2012). 


Definisi kehumasan dari Frank Jefkins (dalam Morissan (2018),  dalam bukuya yang berjudul “Manajemen Public Relations: Strategi Menjadi Humas Profesional”, PR adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik kedalam maupun keluar, antara satu organisasi dengan khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Menurutnya, humas pada intinya senantiasa berkenaan dengan kegiatan penciptaan pemahaman melalui pengetahuan dan melalui kegiatan-kegiatan. Dengan harapan akan muncul suatu dampak positif.


Menurut Public Relation Society of America (2012), menyebutkan ‘public relation is a strategic communication process that builds mutually beneficial relationship between organizations and their public’. Disebutkan juga bahwa selain berperan untuk mempengaruhi, terlibat, dan membangun hubungan dengan stakeholders, peran penting lain dari humas adalah mengantisipasi, menganalisis, dan menginterpretasi opini publik, sikap, serta isu yang bisa memberikan dampak, baik atau buruk, pada rencana maupun jalannya organisasi.

Fungsi paling dasar humas dalam pemerintahan adalah membantu menjabarkan dan mencapai tujuan program pemerintahan, meningkatkan sikap responsif pemerintah, serta memberi publik informasi yang cukup untuk dapat melakukan pengaturan diri sendiri (Lattimore, 2010, dalam Lubis, 2012). 


Humas pemerintah itu menjalankan fungsi-fungsi, seperti yang dinyatakan dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Komunikasi Publik, yaitu (a) nation-branding, (b) sosialisasi, (c) edukasi, (d) kampanye program, dan (e) kontranarasi.

 

Kembali kepada penanganan pemkot Bekasi  atas masalah disebutkan di atas, terkesan masalah itu  sudah ditangani secara kedinasan dan clear. Lalu kemudian menyampaikan ke public bahwa kejadian itu adalah diluar jam kerja, tanpa data pendukung apapun. 

Penulis menilai bahwa pernyataan  tersebut tidak sesuai dengan Inpres Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Komunikasi Publik, yang mana pada Diktum Pertama angka kedua  menyebutkan bahwa “menyebarluaskan kepada publik narasi tunggal dan data pendukung lainnya….. ”


Kenapa?  ASN dan TKK tersebut melakukan kegiatan karaoke berseragam SMA pada hari Jum'at tanggal 26 Agustus 2022 yang mana bukti pendukung seperti Bill/nota karaoke serta tiket parkir di lingkungan tempat karoke tersebut tidak pernah dimunculkan ke  publik. 


Pada hal, berdasarkan pada penelusuran investigatif yang penulis lakukan bersama tim, kami mendapatkan data dari sumber anonym bahwa kejadian tersebut terjadi pada setidak-tidaknya pukul 15.00 sedangkan jam pulang kerja pada hari Jum'at sesuai perwal Kota Bekasi No 06 tahun 2017 pada pukul 16.00 WIB. Idealnya  Pemkot Bekasi pun sudah harus menjalankan aturan sebagaimana pada Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2022 Tentang Kewajiban Menaati Ketentuan Jam Kerja Bagi Aparatur Sipil Negara, tertanggal 17 Juni 2022.


Jika orientasi praktik kehumasan pemkot Bekasi adalah  bandwagon effect dengan memanfaatkan media, maka salah satu yang akan dipertaruhkan adalah integritas! Lebih mengerikan lagi jika institusi pemerintah hanya jadi “tukang suntik” opini. Meminjam perspektif Hypodermic Needle Theory, counter pemberitaan  Humas DPRD Kota Bekasi melalui  website resminya  bisa saja diposisikan sebagai pembentuk opini publik dengan memanfaatkan media seperti jarum yang menyuntikkan informasi kepada khalayak agar terbentuk opini publik yang dikehendaki. Tentu ini cara berpikir tentang hubungan media-khalayak yang jadul! Tak semudah itu khalayak dibentuk persepsinya oleh Humas. Bias metodologis dan etis dalam praktek kehumasan yang dirilis melalui media, dengan cepat akan bisa diraba oleh banyak pihak.*


Senin, 04 Juli 2022

Selasa, 28 Juni 2022

OTT KPK Di Bekasi : Ada (Bukan) Raja , (Tapi) Koruptor

 Oleh: Izhar Ma’sum Rosadi, warga Bekasi, tinggal di pojokan Utara, Pemerhati Kebijakan Publik dan Ketua Umum Perkumpulan  Baladaya.


(Tulisan ini pernah dipublish di Kabarjabardaerah.com pada tanggal 22 Oktober 2018)


Demi Tak Terganggunya Distribusi Kesejahteraan Rakyat, puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tekah hadir di kabupaten Bekasi dan melakukan Operasi Tangkat Tangan (OTT) mengenai dugaan suap perizinan Meikarta di kabupaten Bekasi. Suatu kehadiran yang di nanti publik.


Kabupaten Bekasi merupakan daerah yang terdapat MIGAS dan ribuan perusahaan dalam Kawasan-Kawasan Industri berskala Internasional. Sudah sepatutnya infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan dasar warga di kabupaten Bekasi ini juga sebanding dengan pesatnya pembangunan perekonomian (oleh pihak BUMN dan swasta) di kabupaten ini. 


Ada dua hal yang disoroti dalam tulisan ini, sebagai catatan kritis, yakni program Bekasi Terbuka dan Kinerja Inspektorat Daerah.

Hal yang menonjol saat ini adalah munculnya publisitas pemerintah daerah kabupaten Bekasi melalui salah satu program yakni Program Bekasi Terbuka. Program Bekasi Terbuka yang dikelola pemerintahan daerah kabupaten Bekasi patut diapresiasi juga. Namun perut ini seakan melilit menonton video acara program tersebut yang diselenggarakan beberapa saat lalu yang menguraikan tentang program pembangunan di kabupaten bekasi.

Program Bekasi Terbuka menjadi instrumen manajemen reputasi birokrasi. Lantas publik harus bagaimana? Di situlah letak kritisisme yang harus dibangun oleh masyarakat. Kita jangan terkecoh oleh kemasan wah bernama Program Bekasi Terbuka! Terlebih model program ini mirip-mirip reality show. Seluruh program pembangunan dan mekanismenya bersama-sama diuraikan di etalase bernama Program Bekasi Terbuka. Publik bisa melihat dan berpartisipasi melalui mengkroscek kebenaran paparan program pembangunan dan mekanismenya berdasarkan realita sesungguhnya.

Dalam industri media, meminjam terminologi Denis McQuail, model ini dikenal sebagai model ekspresi. Yakni khalayak diperkenalkan pada suatu program dan mereka seintensif mungkin dilibatkan secara psikologis sehingga bisa muncul kepuasan bersama.

Etalase citra itu harus diposisikan tidak berlebihan, bahkan perlu kehati-hatian dan memuat tautan kebenaran terutama bagi birokrat yang akan mengisi etalase. Bagi rakyat yang akan menerima pelayanan birokrasi jangan mudah termanipulasi oleh realitas pulasan, namun bangun kritisisme publik. Jika muatan materi Program Bekasi Terbuka penuh kepura-puraan maka kita bisa melabeli etalase tersebut dengan tulisan besar “kepalsuan yang otentik!”.


Inspektorat Kabupaten Bekasi Harusnya Tidak Mandul


Adanya OTT KPK di kabupaten Bekasi dengan sejumlah pejabat yang tersangkut korupsi menunjukkan bahwa inspektorat daerah tidak berfungsi sebagaimana mestinya alias mandul. Seyogyanya inspektorat menjadi lembaga kontrol yang efektif, mencegah dan menindak penyimpangan aparat birokrasi, bukan justru menjadi bagian dari masalah dalam tindak penyimpangan di birokrasi.


Alihpun secara struktural memang posisi inspektorat daerah itu adalah bagian dari pemerintah atau eksekutif. Di struktur inspektorat daerah, kepala daerah (bupati) menduduki posisi sebagai pelindung atau pembina.

Dalam konteks ini, inspektorat daerah jangan kemudian bingung bagaimana mau mengawasi atau memeriksa dugaan penyimpangan di tubuh birokrasi pemerintah (di dinas-dinas, misalnya) jika pihak yang akan diawasi atau diperiksa adalah atasannya sendiri atau mungkin temannya sendiri. Inspektorat daerah seyogyanya tidak perlu merasa ewuh pakewuh atau segan untuk memeriksa dan menindaklanjuti dugaan penyimpangan, termasuk dugaan korupsi.

Fungsi dan peran inspektorat daerah dalam rangka pemberantasan korupsi di daerah sangat diharapkan. Adagium bahwa mengungkap ’’borok’’ birokrasi berarti mengungkap ’’aib’’ teman sendiri, tak perlu dihindari inspektorat daerah. Dalam kerja dan kinerjanya, inspektorat daerah tak etis jika cenderung mencari amannya saja. Fungsi-fungsi dan peran pengawasan serta pemeriksaan yang selama ini dilakukan inspektorat daerah seyogyanya dilakukan secara sungguh-sungguh dan tak sekadar formalitas belaka. Jika harus berhadapan dengan kasus penyimpangan atau dugaan korupsi di birokrasi pemerintah, inspektorat daerah harus mampu menunjukkan ’’taringnya’’.

Namun, dengan mirisnya, saya harus mengakui bahwa adanya OTT KPK di kabupaten Bekasi menunjukkan bahwa kinerja inspektorat tidak maksimal. Karena kasus korupsi sudah meng-endemi atau mewabah dan melibatkan pejabat birokrasi, ditambah mandulnya lembaga konvensional seperti inspektorat daerah yang berjalan tidak efektif, harapan public di kabupaten Bekasi agar KPK mengungkap dugaan dugaan tindak pidana korupsi di semua sector, baik DPRD, pemerintahan daerah, pemerintahan kecamatan dan pemerintahan desa.


Benarkah bersihnya DPRD, pemerintah kabupaten, kecamatan, desa dari kasus korupsi akan hanya menjadi sebuah mimpi? Memang tidak mudah memberantas korupsi. Ia sudah menjadi penyakit sosial yang selama sekian puluh tahun dianggap “wajar”. Namun sesulit apapun, pemberantasan korupsi harus terus diupayakan dengan berbagai cara. Lantas kapan kabupaten kita ini akan terbebas dari korupsi? Entahlah, pertanyaan ini yang mungkin sulit untuk dijawab. 


Mencoba teriak korupsi dalam lingkup pemerintahan desa, kecamatan, atau di kabupaten???, mungkin saja anda akan dijuluki Pahlawan Kesiangan yang akan dimusuhi oleh semua unsur pemerintah dan masyarakat. Apalagi jika berani melaporkan terjadinya korupsi ??? Tapi apakah kita akan terus diam, melihat kedzaliman ini? Putus asa kah kita…Oh tentu saja tidak! Peranserta masyarakat dalam pencegahan dan pemberatasan tindak pidana korupsi harus terus dilakukan. Mengapa? Produk kebijakan reformasi dengan adanya desentralisasi kekuasaan dan keuangan, bukannya melahirkan kekuasaan dan anggaran daerah yang mengabdi kepada rakyat, tapi dalam fakta empirisnya lebih mengabdi pada dirinya dan kepentingan kelompoknya. Lahirlah apa yang sering dinamakan desentralisasi korupsi. Otonomi telah melahirkan (bukan) raja-raja kecil di daerah melainkan Koruptor-koruptor di daerah.***1