Oleh:
Izhar Ma’sum Rosadi, Warga Kab Bekasi, Pemerhati, Ketua Umum DPP LSM BALADAYA
Publik disajikan pemberitaan media yang memuat demo kepala desa di depan gedung DPR RI Senayan Jakarta, dan pada hari yang sama, Penjabat (Pj) Bupati Bekasi, Dani Ramdan bersama Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, BN Holik Qodratullah, menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kinerja dan Kepatuhan Semester II Tahun 2023, terkait pemeriksaan kinerja atas efektivitas upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas tata kelola keuangan dan aset desa dalam rangka mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan tahun anggaran 2021 sampai dengan semester I tahun 2023 pada Pemerintah Kabupaten Bekasi, yang diserahkan oleh Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat, di Auditorium Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat, Bandung, Rabu (31/1/2024). Sehingga dua momentum itu pun menjadi ketertarikan bagi penulis untuk mencermati tentang desa.
Kepala desa memang sejatinya harus fokus dan berintegritas dalam membangun desa menjadi desa yang maju dan mandiri. Undang-Undang Desa telah menempatkan desa sebagai ujung tombak pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Desa diberikan kewenangan dan sumber dana yang memadai agar dapat mengelola potensi yang dimilikinya guna meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat desa. Untuk meningkatkan partisipasi komunitas desa, Pemerintah Indonesia memberikan Dana Desa kepada desa-desa di seluruh Indonesia sejak tahun 2015. Undang-undang Nomor 6/2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 60/2014 tentang Dana Desa yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara mensyaratkan adanya pendapatan pemerintah desa yang berasal dari Dana Desa selain pendapatan lainnya guna mengefektifkan program berbasis desa secara merata dan berkeadilan. Dana ini memberikan kesempatan kepada pemerintah desa untuk mengelola dan memanfaatkan keuangan sesuai dengan kebutuhannya. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 memungkinkan pemerintah desa untuk menggunakan Dana Desa sebagai penyertaan modal Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) untuk peningkatan perekonomian desa, pengelolaan potensi desa, peningkatan usaha, penciptaan pasar, perbaikan layanan umum, penciptaan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan masyarakat desa.
Desa dapat mendirikan badan usaha sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dipertegas kembali melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. BUM Desa sebagai salah satu program andalan pemerintah untuk meningkatkan kemandirian perekenomian di desa berpotensi memberikan manfaat dan kesejahteraan seluruh warga desa. Dampak ekonomi BUM Desa diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli desa yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan, mengurangi pengangguran serta penurunan tingkat kemiskinan.
Peningkatan infrastruktur ekonomi di desa / kelurahan seperti BUM Desa dan Badan Ekonomi Kelurahan dapat memberikan dampak terhadap peningkatan ekonomi masyarakat desa jika dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Manajemen pengelolaan infrastruktur, sumber daya manusia, dan luasnya sebaran informasi merupakan beberapa faktor yang dapat berkontribusi terhadap manfaat infrastrukur tersebut. Tujuan pendirian dari Badan Usaha Milik Desa adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa terutama untuk masyarakat kurang mampu. Semakin besarnya rumah tangga kurang mampu yang mengetahui informasi keberadaan badan usaha lokal memberikan indikasi desiminasi informasi tentang manfaat badan usaha lokal yang lebih tertarget untuk pengembangan ekonomi masyarakat miskin. Kemudian, apakah informasi tersebut hanya terbatas kepada grup tertentu seperti keluarga aparat kelurahan atau informasi badan usaha lokal diketahui oleh seluruh masyarakat di desa/kelurahan tersebut
Pemanfaatan badan usaha ekonomi lokal dapat memberikan dampak terhadap kesempatan pekerjaan masyarakat di sekitarnya. Pada bagian sebelumnya, kami memperlihatkan bahwa masyarakat memanfaatkan badan usaha lokal sebagai akses terhadap keuangan serta akses perdagangan. Jika pemanfaatan ini memberikan kesempatan untuk masyarakat melakukan wiraswasta, perdagangan, distribusi hasil pertanian atau aktifitas ekonomi lainnya, maka badan usaha lokal dapat memberikan kesempatan kerja kepada masyarakat sekitar.
Dalam upaya untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan antara desa dan kota, salah satu fokus penggunaan Dana Desa adalah untuk pembangunan infrastruktur perdesaan. Setidak-tidaknya ada 4 (empat) jenis infrastruktur, yakni infrastruktur transportasi, penerangan, kesehatan, dan pertanian. Pertama, Pembangunan infrastruktur jalan bertujuan untuk mempercepat dan memperlancar akses transportasi manusia dan barang di daerah bersangkutan sehingga aktifitas ekonomi di wilayah tersebut bisa berjalan dengan lebih baik. Akses dan kualitas jalan dapat meningkatkan perkembangan usaha non-pertanian (nonfarm enterprises) di perdesaan sehingga meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan. Kedua, sebagaimana halnya dengan infrastruktur jalan, akses dan kualitas infrastruktur penerangan dapat meningkatkan perkembangan usaha non-pertanian (nonfarm enterprises) di perdesaan sehingga meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan. Ketiga, Infrastruktur pertanian, bahwa perbaikan kualitas infrastruktur pertanian, khususnya irigasi, setelah adanya Dana Desa. Perbaikan irigasi kecil dapat meningkatkan produksi pertanian, khususnya pertanian tanaman pangan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja pertanian, dan memengaruhi aktivitas ekonomi di luar sektor pertanian. Dan keempat, Infrastruktur kesehatan dapat beupa infrastruktur sanitasi, air bersih, dan selokan.
Darius Beda Daton, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT (2022) dalam tulisannya yang berjudul “Mengawasi Dana Desa” menguraikan bahwa “’dalam kenyataannya, dana desa yang berlimpah tersebut rawan korupsi. Tata kelola dana desa belum sepenuhnya bebas dari korupsi. Tren korupsi kian meningkat dari tahun ke tahun. Praktek korupsi perangkat desa menempati urutan ketiga tertinggi setelah ASN dan swasta. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sejak tahun 2015-2020 sebanyak 676 terdakwa kasus korupsi berasal dari perangkat desa. Semuanya menjadikan anggaran desa sebagai objek korupsi. Dari segi pelaku, kepala desa adalah yang terbanyak menjadi pelaku korupsi. Area yang rawan antara lain saat perencanaan dan pencairan.’ Penyebab korupsi dana desa adalah karena minimnya kompetensi aparat desa, tidak adanya transparansi dan kurangnya pengawasan pemerintah dan potensi intervensi bagi masyarakat yang turut mengawasi serta adanya intervensi atasan dalam pelaksanaan kegiatan fisik yang tak sesuai perencanaan.
Pada pemerintahan daerah kabupatn Bekasi, misalnya, BPK RI (2019), dalam “Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi Tahun 2018: Buku III Laporan Hasil Pemeriksaaatas Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan , Nomor : 34C/LHP/XVIII.BDG/05/2019, Tanggal : 24 Mei 2019,” halaman 44 – 45. menguraikan bahwa mekanisme pertanggungjawaban dana desa, alokasi dana desa, bagi hasil pajak dan retribusi daerah, serta bantuan keuangan belum sesuai ketentuan. Dari hasil pemeriksaan atas penatausahaan dan pengelolaan Dana Desa (DD) diketahui hal-hal sebagai berikut; Penatausahaan Penyaluran Dana Desa oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bekasi Belum Sesuai Ketentuan; dan Desa belum menyampaikan LPJ realisasi pelaksanaan DD, ADD, Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah, dan Bantuan Keuangan kepada Bupati. Bahwa sesuai ketentuan yang berlaku, pemerintah desa wajib menyampaikan LPJ kepada Bupati. Berdasarkan dokumen rekapitulasi penyampaian laporan yang disampaikan oleh DPMD diketahui bahwa sampai dengan berakhirnya pemeriksaan tanggal 30 April 2019, dari 180 desa di Kabupaten Bekasi, hanya 48 desa yang menyampaikan LPJ tahap ketiga ke DPMD. Dan pada tahun 2019 pun, ada Eks Kepala Desa Karang Asih terlibat kasus korupsi anggaran desa sebesar 1 Miliar (Detik.com, 2019).
Berkaca pada hal tersebut di atas, ditambah lagi dengan rekomendasi BPK terkait pemeriksaan kinerja atas efektivitas upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas tata kelola keuangan dan aset desa dalam rangka mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan tahun anggaran 2021 sampai dengan semester I tahun 2023 pada Pemerintah Kabupaten Bekasi, maka pemerintah daerah kabupaten Bekasi perlu lebih meningkatkan pembinaan dan pengawasan terkait tata kelola pemerintahan desa serta menjalankan rekomendasi BPK dengan sungguh-sungguh dan berintegritas, Selain itu juga perlu memastikan berkualitasnya infrastruktur perdesaan (BUM Des, transportasi, penerangan, kesehatan, perekonomian, dan pertanian).
Dengan tawaran solusi tersebut, kita berharap jika pemkab Bekasi jalani rekomendasi BPK terkait desa dengan berintegritas maka dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat desa berupa peningkatan kualitas hidup, peningkatan kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan antara desa dan kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar