Penulis ketika melakukan pengawasan berbasis warga di Marunda Terminal pada 17 April 2017
Pembangunan Marunda Terminal
Marunda
Terminal merupakan pelabuhan milik swasta yang berada di Marunda Center desa
Segaramakmur kecamatan Tarumajaya kabupaten Bekasi Jawa Barat. Pemerintah RI
memang membuka kesempatan bagi swasta untuk membangun pelabuhan Kebijakan
Kementerian Perhubungan membuka izin badan usaha pelabuhan (BUP) bagi swasta
untuk membuka pelabuhan umum dinilai sangat membantu BUMN pelabuhan. Sebab
selama ini Indonesia masih kekurangan fasilitas pelabuhan untuk melayani
pengguna jasa. Sebagaimana diketahui, berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 61
Tahun 2009 tentang Kepelabuhan, selama ini pengelolaan pelabuhan umum hanya
boleh dilakukan oleh BUMN pelabuhan dan Kementerian Perhubungan. Namun PP
tersebut kemudian direvisi menjadi PP 64 Tahun 2015, dimana peraturan tersebut
membolehkan BUP bisa menjadi pengelola pelabuhan umum. Semakin
banyak pelabuhan yang disediakan pihak swasta, maka akan semakin baik untuk
mengurangi antrean kapal di pelabuhan milik BUMN. Oleh
karena itu, perlu ada peran swasta dalam pembangunan pelabuhan umum. Otoritas Pelabuhan menjadi
pihak yang berwenang untuk pemberian ijin konsesi bagi pelabuhan umum. Memang,
sebagaimana petunjuk Presiden RI bahwa konsesi merupakan salah satu dari skema
yang dikembangkan. Konsesi adalah pemberian hak, izin, atau tanah oleh pemerintah, perusahaan,
individu, atau entitas legal lain. Dalam dunia kepelabuhanan, konsesi diartikan
sebagai hak penyelenggaraan pelabuhan yang diberikan oleh Kementerian
Perhubungan kepada pemegang ijin Badan Usaha Pelabuhan (BUP) terhadap objek
konsesi.
Perjanjian
konsesi diatur berdasarkan beberapa peraturan perundangan, yaitu UU no 17 tahun
2008 tentang pelayaran, PP no 61 tahun 2009 tentang kepelabuhanan, PP no 64
tahun 2015, PERMEN KEMENHUB no PM.15 tahun 2015 tentang konsesi dan perjanjian
kerjasama lainnya antara pemerintah dengan badan usaha pelabuhan di bidang
kepelabuhanan dan PERMEN KEMENHUB no. 166 tahun 2015. Pengusaha pelabuhan harus menghitung dengan
seksama sebelum melakukan perjanjian konsesi sebagaimana ditetapkan dalam PP
no. 61 tahun 2009 pasal 74 ayat 2 bahwa jangka waktu konsesi disesuaikan dengan
pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar sehingga negara tidak
merugikan pengusahasa. Pada
dasarnya pembangunan suatu pelabuhan harus berpedoman pada Rencana Induk
Pelabuhan Nasional (“RIPN”). RIPN ini merupakan perwujudan dari Tatanan
Kepelabuhan Nasional yang digunakan sebagai pedoman dalam penetapan lokasi,
pembangunan, pengoperasian , pengembangan pelabuhan dan penyusunan Rencana
Induk Pelabuhan.
Rencana Induk Pelabuhan Nasional yang
bersangkutan memuat dua hal yaitu Kebijakan pelabuhan nasional dan rencana
lokasi dan hierarki pelabuhan.
Foto Diambil pada 17 April 2017
Dalam
proses pembangunan suatu Pelabuhan Umum terdapat bebeberapa Penetapan/Perizinan
awal yang harus diperoleh oleh Penyelenggara Pelabuhan (baik itu Otoritas
Pelabuhan maupun Unit Penyelenggara Pelabuhan) agar dapat melaksanakan
Pembangunan Pelabuhan, adapun Penetapan/Perizinan tersebut beberapa diantaranya
adalah:
- Jaminan Kelestarian Lingkungan
- Izin Pengerukan dan Izin Reklamasi
- Izin Terminal Umum
Penggunaan
Tenaga Kerja Asing dalam Pembangunan Marunda Terminal
Keberadaan tenaga kerja asing (TKA) bukanlah
fenomena baru bagi Indonesia. Keikutsertaan Indonesia dalam
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan penanaman modal asing sebagai salah satu
target Pemerintah untuk mengenjot ekonomi nasional adalah beberapa faktor yang
menyebabkan penambahan kuantitas TKA di Indonesia. Undang-Undang No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), melalui pengaturan dalam
Pasal 42 sampai dengan Pasal 49, telah memasukkan TKA sebagai bagian dari dinamika
ketenagakerjaan di Indonesia. Rangkaian aturan di bidang ketenagakerjaan
terkait TKA telah digulirkan sebagai pedoman dalam tataran pelaksana, antara
lain Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Permenaker 16/2015) yang telah diubah dengan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 35 Tahun 2015 (Permenaker 35/2015),
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 40 Tahun 2012 tentang
Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing, Peraturan
Presiden No. 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing serta
Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping.
Sign/Rambu berbahasa Asing
Di sekitar camp tersebut, terdapat sign (rambu)
yang berbahasa asing. Hal inilah yang mengindikasikan bahwa camp tersebut
adalah camp untuk tenaga kerja asing yang digunakan oleh Marunda Terminal dalam
pembangunan Jetty. Dalam memperkerjakan TKA diperlukan beberapa hal untuk
mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku, diantaranya adalah
1. Memiliki
dokumen Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA)
2. Memiliki Izin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA)
3. Sudah
melakukan pembayaran Dana Kompensasi Penggunaan TKA ke disnaker
4. Sudah
melakukan pengurusan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) bagi TKA yang
digunakan.
Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan
Seiring dengan dikeluarkannya undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah yang kemudian diperbaiki menjadi undang-undang nomor 32 tahun 2004, paradigma birokrasi di Indonesia mengalami perubahan dari paradigma pemerintahan yang sentralistik ke arah desentralistik. Partisipasi publik dalam kebijakan pembangunan di negara-negara yang menerapkan demokrasi termasuk di Indonesia bukanlah hal yang baru. Sebagai suatu konsep dan praktek pembangunan, konsep partisipasi baru dibicarakan pada tahun 60-an ketika berbagai lembaga internasional mempromosikan partisipasi dalam praktek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan. Berpartisipasi dalam pembangunan dan penyelenggaraan Negara merupakan hak warga Negara. Pengawasan masyarakat merupakan bentuk partisipasi aktif dalam proses pembangunan yang merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan. Hak untuk berpartisipasi dalam pembangunan diatur dalam Pasal 1 Deklarasi Hak atas Pembangunan yang diadopsi oleh Resolusi Majelis Umum PBB 41/128 tanggal 4 Desember 1986. Dalam deklarasi ini dikatakan bahwa setiap orang berhak untuk berperan serta, berkontribusi dan menikmati pembangunan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Walaupun sistem negara kita sudah dilengkapi dengan lembaga-lembaga perwakilan masyarakat/ rakyat, tetapi peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara tetaplah penting untuk mendukung terjadinya penyelenggaraan negara yang bebas dan bersih dari kejahatan. Landasan hukum pelaksanaan partisipasi masyarakat adalah UUD 1945 yang menyebutkan bahwa partisipasi adalah hak dasar warga Negara. Untuk mendalami hal tersebut kita dapat berangkat dari norma dasar yang terdapat dalam UUD 1945 khusus nya dalam Pasal 33, yang menyebutkan bahwa “bumi, air, angkasa dan kekayaan alam di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dalam pembangunan, partisipasi semua unsur masyarakat dengan kerja sama merupakan kunci utama bagi keberhasilan pembangunan. Dalam hal ini partisipasi berfungsi menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri (self-reliance) dalam usaha memperbaiki taraf hidup masyarakat.
Kesimpulan dan
Saran
Berdasarkan pada kajian di atas, penulis
menyimpulkan bahwa ;
1. Dalam pembangunan pelabuhan memerlukan dokumen-dokumen dan atau perizinan-perizinan, beberapa diantaranya adalah Jaminan Kelestarian Lingkungan, Izin Pengerukan dan Izin Reklamasi serta Izin Terminal Umum
2 Penggunaan TKA dalam pembangunan pelabuhan memerlukan beberapa perizinan atau dokumen, beberapa diantaranya adalah; Memiliki dokumen Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA); Memiliki Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA); Sudah melakukan pembayaran Dana Kompensasi Penggunaan TKA ke disnaker; dan Sudah melakukan pengurusan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) bagi TKA yang digunakan.
3. Peranserta masyarakat dalam pembangunan melalui kerja sama merupakan kunci utama bagi keberhasilan pembangunan. Hal ini berfungsi menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri (self-reliance) dalam usaha memperbaiki taraf hidup masyarakat.
Berdasarkan pada kesimpulan tersebut, maka
penulis menyarankan bahwa:
1. Dalam pembangunan dan pengoperasian pelabuhan,
Marunda Terminal selazimnya sudah memiliki dokumen-dokumen dan atau perizinan-perizinan,
seperti Jaminan Kelestarian
Lingkungan, Izin Pengerukan dan Izin Reklamasi serta Izin Terminal Umum
2. Marunda Terminal selazimnya sudah; memiliki
dokumen Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA); Memiliki Izin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA); Sudah melakukan pembayaran Dana Kompensasi
Penggunaan TKA ke disnaker; dan Sudah melakukan pengurusan Kartu Izin Tinggal
Terbatas (KITAS) bagi TKA yang digunakan.
3. Unsur Pemerintah
terkait selazimnya melakukan monitoring dalam pembangunan Marunda Terminal dan
penggunaaan TKA
4. Marunda
Terminal selazimnya dapat melibatkan Peranserta masyarakat melalui pemberian kesempatan
kerja atau usaha di dalamnya memperbaiki taraf
hidup masyarakat sekitar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar