Senin, 11 Desember 2017

Deklarasi Komunitas Cibe'et Kabupaten Bekasi



Deklarasi Komunitas Sungai Cibe'et pada 10 Desember 2017 turut dihadiri Camat Cikarang Timur, Kapolsek dan Danramil Cikarang Tinur serta beberapa kepala desa setempat dan tokoh masyarakat. Komunitas Sungai Cibe'et ini memiliki visi, salahsatunya adlh mengembalikan fungi sungai cibe'et seperti sediakala.

Tanpa Anggaran Rutilahu, LSM.SNIPER INDONESIA Ambil Sikap Bangun Rumah Warga Yang Roboh



BEKASI, KABARSEBELAS.COM - Masudi (52), Berharap bantuan program pemerintah Kabupaten Bekasi dalam rangka membantu masyarakat yang rumahnya tidak layak huni (RUTILAHU) dan sudah mengajukan sampai empat kali, namun tidak juga direalisasikan, sehingga rumahnya hampir roboh dan sangat memprihatinkan. Melihat kondisi rumahnya seperti itu, dia mencoba mencari bantuan.
"Alhamdulillah saya dapat bantuan lewat bang Izhar saya dibantu, rumah saya dibongkar dan sudah berdiri dengan bantuan beberapa pihak." Ungkapnyanya dengan bahagia".
Lanjut kata Masudi, "Saya tidak menyangka, ada perhatian yang begitu besar dari rekan-rekan, dari pihak luar juga Pa Ibnu Kades Samudra jaya, Pa H.Carsim dari Segara makmur, dan lainnya, dari rekan media Kabarsebelas.com juga terimakasih sudah support saya, saya tidak bisa membalas semua kebaikan ini, insyaallah saya doakan ada ganjaran pahala yang berlipat ganda dengan keikhlasannya rumah saya sudah dibangun." Tuturnya".
Izhar Ma’sum Rosadi, S.IKom, Ketua SNIPER INDONESIA Kabupaten Bekasi, ketika ditemui media Kabarsebelas.com, Minggu,(03/12). Mengatakan " Saya prihatin dengan kondisi dilapangan, terkait pengelolaan program rutilahu di Kabupaten Bekasi, khususnya Kecamatan Tarumajaya, sangat saya sayangkan, Program andalan Bupati Bekasi tentang Rumah Tidak Layak Huni (RUTILAHU) diduga  tidak tepat sasaran. Pasalnya banyak rumah warganya yang harusnya masuk kategori layak dapat program tersebut dan bahkan sudah beberapa kali mengajukan tidak juga terealisasi, sepertinya ada yang janggal dengan kondisi dilapangan. Saya bersama rekan-rekan yang lain akan terus mengawal dan mendalami temuan dilapangan." Terangnya".

Masih kata Izhar,  "Menurut sumber dilapangan dilaporkan bahwa rumah warga yang masih layak huni, berlantai keramik malah mendapat bantuan program itu, apakah itu sesuai SOP nya? Standarnya gimana itu? kami akan terus dalami untuk memperkuat bukti-bukti temuan dilapangan. Pa Masudi ini sebagai contoh agar diperhatikan pemerintah setempat, jangan sampai terulang seperti ini, masa orang dari mana-mana yang pada peduli kondisi warga sini ? " Tutupnya". (Sbh)

Sabtu, 28 Oktober 2017

Pemerintah Kabupaten Bekasi Perlu melakukan Pembaharuan Manajemen Pemerintahan Daerah Melalui pendekatan “Management Back to Basic”

Oleh : Izhar Ma'sum Rosadi, S.IKom



Seorang sahabat berkata kepada ku “Apa susahnya duit yang bersumber dari rakyat dikembalikan lagi untuk pembangunan kepentingan rakyat, realisasikan aja secara jelas, transparan dan jangan khawatir kalian apalagi takut tidak kebagian. Bukankah honor dan tunjangan kalian jelas ada dalam setiap mata anggaran?”

Masyarakat kabupaten bekasi telah melaksanakan pesta demokrasi yaitu Pemilukada 2017. Sebagai sebuah proses, puncaknya ada pada bilik suara, penghitungan, dan penetapan siapa yang menjadi pemenangnya. Menjadi pemenang pemilukada 2017 bukanlah tujuan akhir, melainkan sebagai awal untuk menepati janji. Kemenangan Hj Neneng Hasanah Yasin dalam pilkada 2017 menunjukkan adanya keinginan politik (political will) dan tindakan politik (political action) yang kuat dan nyata untuk melakukan pembaharuan sesuai tuntutan masyarakat. Setelah berbagai perubahan dan keputusan politik selesai disepakati, masih banyak hal besar yang harus dilakukan dan dibenahi untuk mewujudkan organisasi pemerintahan yang lebih baik. Seperti yang dikemukakan oleh Leonard D.White (2001 dalam Wasistiono), : “Kegiatan administrasi dimulai pada saat kegiatan politik selesai”. Dengan demikian setelah berbagai proses untuk membuat keputusan politik yang mendasar telah dilaksanakan oleh lembaga-lembaga politik, diperlukan tindak lanjut kegiatan administratif oleh lembaga-lembaga pemerintahan. Salah satu diantaranya adalah membangun kembali manajemen pemerintahan daerah kabupaten Bekasi yang lebih responsif  terhadap tuntutan aspirasi masyarakat Bekasi maupun perubahan secara eksternal. Penyebab kegagalan bangsa utamanya dalam hal manajemen baik manajemen sektor publik maupun sektor privat. Mis-manajemen / salah urus menjadi faktor utama kegagalan disemua lini kehidupan bangsa baik dalam pengelolaan kekayaan negara, pendapatan negara, anggaran, jasa, perdagangan, teknologi serta manajemen SDM, permasalahan ini dapat diperkecil ketika pihak terkait menggunakan manajemen yang baik, sehingga berbagai persoalan yang dihadapi dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. Tataran manajemen pemerintahan daerah perlu memperoleh perhatian yang signifikan dari pemerintah daerah kabupaten Bekasi  apabila warga kabupaten Bekasi ini ingin berubah menjadi Kabupaten Bekasi Lebih Baik dan Lebih Sejahtera.

Diantara Permasalahan yang ada di kabupaten Bekasi

Pertama, Kabupaten Bekasi meraih JUARA ke-4 se-Indonesia sebagai Daerah Pengendap Dana APBD di Bank sebesar 1,5 Trilyun lebih. Itulah bukti "prestasi" kepemimpinan Bupati Neneng Hasanah Yasin. Presiden Joko Widodo mengkritik Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin karena anggaran daerah yang mengendap di bank mencapai Rp 1,5 triliun lebih. Kritikan tersebut pun ditanggapinya dengan santai, dengan mengatakan bahwa "Segera kita belanjakan" (Neneng, Selasa, 9 Agustus 2016). Neneng mengatakan bahwa besarnya anggaran yang mengendap di bank lantaran nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) milik pemerintahnya cukup besar. Bahkan, pada 2015 hampir mencapai Rp 5 triliun. Adapun, sisa lebih perhitungan anggaran mencapai Rp 1 triliun lebih. "Jangan disamakan dengan daerah yang APBD-nya kecil. Kemudian dianalogikan bahwa ada daerah yang nilai APBD-nya Rp 1 triliun, kemudian penyerapannya mencapai Rp 500 miliar, otomatis nilai silpa Rp 500 miliar. Sisa itu tidak bisa dibandingkan dengan Kabupaten Bekasi, karena dalam penyerapan lebih banyak daerahnya, meskipun silpa nilai lebih banyak. Lebih lanjut, Neneng memastikan bahwa, anggaran yang mengendap tersebut akan segera dibelanjakan, karena pemerintah daerah tengah melakukan penghitungan. Selain silpa, dana itu terdapat dana efisiensi surplus yang mencapai Rp 305 miliar lebih dan juga akan menekan nilai silpa kurang dari Rp 500 miliar. Sementara itu Wakil Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja justru merasa optimis kalau penyerapan anggaran tahun 2017 berjalan dengan baik. Kendati saat ini masih minim, akan dikebut sejumlah kegiatan termasuk kegiatan fisik yang menyerap anggaran besar. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah, Kabupaten Bekasi, mengatakan bahwa dana yang dimaksud Presiden bukan dana mengendap. Menurut dia, dana tersebut ialah deposito berjangka sebesar Rp 1,1 triliun yang berasal dari silpa 2015 serta kas yang dialokasikan untuk setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Silpa 2015 langsung dimasukkan ke dalam APBD Murni 2016. Setiap SKPD jika membutuhkan anggaran untuk belanja bisa menggunakan dana tersebut sewaktu-waktu. Jika dana pada kas habis, maka diambil dari deposito berjangka tersebut. Deposito diadakan karena pemerintah menargetkan pendapatan dari bunga sebesar Rp 68 miliar setiap tahun.Target kami silpa tahun ini tidak lebih dari Rp 500 miliar. Penyerapan tidak bisa 100 persen karena ada efisiensi ketika lelang.

Pendapat berbeda, berasal dari H. Daris, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, yang mengatakan pengendapan dana tersebut bukan masalah sepele. Karena itu, lembaganya meminta kepada Bupati agar segera bertindak, yang mana jika dana diserap bisa segera dimanfaatkan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu Fraksi Gerinda menilai kalau angka silpa yang masih tinggi menjadi potret buruk bagi kinerka SKPD karena anggaran yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan daerah nyatanya banyak disimpan di Bank. Anden menyatakan bahwa Silpa yang tinggi ini (Rp 755,57 milyar)   bukan karena efisiensi anggaran tapi karena menurut fraksi gerindra karena penyerapan anggaran yang rendah, seharunya pemerintah bisa menekan kebijakan daerah untuk menyerap APBD secara maksimal. Kalau minimnya serapan anggaran harus menjadi intropeksi bersama, kebijakan pengelolaan keuangan Kabupaten Bekasi belum mencapai pada pencapaian kinerja untuk pembangunan.

Kedua, Kabupaten Bekasi Darurat Korupsi? Bahwa sudah ke-3 kalinya terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Pemkab Bekasi. Pertama oleh Tim Saber Pungli Polres Metro Bekasi di Disnaker dan OTT yang ke-2 di Kecamatan Cikarang Barat yang SPDP-nya sudah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi. OTT yang ke-3 kali ini Senin (18/9/17) di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadau (BPMPPT) Kabupaten Bekasi oleh Tim Saber Pungli Polda Metro Jaya.

Ketiga, Pengguna media sosial di Kabupaten Bekasi lagi ramai memperbincangkan tentang Dana ADD dan permasalahannya. Beragam komentar bermunculan tentang penggunaan dana tersebut, diduga mulai untuk DP mobil, renovasi rumah, keperluan pribadi lainnya, dan tidak transparan pengelolaannya.

Keempat, di Kabupaten Bekasi terjadi kekisruhan PPDB Online yang mana tidak jarang Orang Tua Calon Siswa “mengamuk” dan unjuk rasa. 
Dan masih banyak lagi persoalan lainnya.

Menarik mengambil suatu analogi, jika dikaitkan dengan pendapat Wakil Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja yang menyatakan bahwa akan dikebut sejumlah kegiatan termasuk kegiatan fisik yang menyerap anggaran besar. Pengalaman penulis tatkala memperjuangkan kerusakan jalan Marunda Makmur Batas DKI sampai dengan Tanah Baru Kecamatan Tarumajaya saja, yanag mana bahwa pada 14 Januari 2017 telah terjadi kesepakatan bersama mengenai perbaikan jalan (peningkatan jalan), hingga tulisan ini dibuat, jalan tersebut masih belum dibangun kembali, sehingga masih kurang nyaman dan membahayakan pengguna jalan.

Dikaitkan secara teoretis, dengan mengutip pendapat Osborne dan Gaebler (1999)  bahwa masalah utama yang dihadapi pemerintah daerah dewasa ini, khususnya kabupaten Bekasi Jawa Barat  adalah bukanlah terletak pada “Apa” yang akan dikerjakan, melainkan pada “Bagaimana” cara mengerjakannya. Artinya adalah bahwa faktor manajemen memegang peranan penting dalam upaya pencapaian tujuan Negara yang dijalankan oleh pemerintah daerah  kabupaten Bekasi. Tataran manajemen perlu memperoleh perhatian yang signifikan dari pemerintah daerah kabupaten Bekasi apabila warga kabupaten Bekasi ini ingin adanya perubahan ke arah Bekasi lebaih baik dan sejahtera. Krisis multidimensional  yang terjadi saat ini sebagian besar disebabkan oleh lemahnya manajemen pemerintahan daerah kab Bekasi di semua lini dan sektor. Manajemen pemerintahan kabupaten Bekasi yang dijalankan selama ini diciptakan untuk lebih banyak mengabdi pada kekuasaan dan berupaya secara sistematik melanggengkan kekuasaan sehingga kurang berorientasi pada kepentingan publik. Pandangan masyarakat selama ini lebih banyak ditujukan pada orang-orang yang akan dan telah duduk dalam pemerintahan. Hal ini menunjukkan bahwa unsur manusia nampaknya dianggap lebih penting daripada sistem yang dijalankannya. Padahal dengan membangun sistem yang baik akan dipilih orang yang baik pula. Selain itu dengan sistem yang baik akan mengurangi ketergantungan pada orang yang menjalankan sistem. Dengan perkataan lain tanpa adanya sistem yang baik maka jalannya organisasi pemerintahan daerah akan sangat bergantung pada fokus pemimpinnya (leader centered) bukan berorientasi pada sistem (system centered). Pola pemerintahan daerah semacam ini akan membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kewenangan, karena basis kewenangan yang dikembangkan akan lebih bercorak karismatik dibandingkan basis kewenangan bercorak nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintahan kabupaten Bekasi sekarang ini hendaknya perlu memberi perhatian pada pembenahan sistem, termasuk sistem manajemen pemerintahan daerah. Perubahan tersebut hendaknya dilakukan dalam sebuah strategi besar (grand strategy) yang menjadi payung untuk berbagai perubahan pada sektor dan lini, agar tidak terjadi pembaharuan yang bersifat tambal sulam.

Strategi itu antara lain Pembaharuan Manajemen Pemerintahan, Pembaharuan Manajemen Pemerintahan Daerah Melalui pendekatan “Management Back to Basic”, Pembaharuan Fungsi Manajemen Pemerintahan Daerah serta Penguatan Kelembagaan Pemerintahan Daerah.  Dengan demikian strategi Pembangunan sistem manajemen pemerintahan yang responsif menjadi semakin penting manakala jabatan-jabatan puncak pemerintahan baik di tingkat pemerintah pusat maupun jabatan puncak ditingkat pemerintah daerah lebih didasarkan pada pertimbangan politik (aspek akseptabilitas) dibandingkan dengan pertimbangan kemampuan (aspek kapabilitas).

Tak cukup 2E namun 4E juga 

Perubahan sosial dengan berbagai kecenderungan besar secara timbal balik mempengaruhi pula manajemen yang dijalankan pada berbagai organisasi, sebab organisasi sebagai wadah kerjasama guna mencapai tujuan. Perubahan besar pada manajemen pemerintahan terjadi dengan adanya konsepsi pemikiran dari Osborne dan Gaebler (1999) yang menawarkan perlunya transformasi semangat kewirausahaan pada sektor publik.Osborne dan Gaebler mengemukakan sepuluh pokok pikiran yang intinya mengurangi peranan pemerintah dengan memberdayakan masyarakat serta menjadikan sektor pemerintah menjadi lebih efisien. Inti pemikiran Osborne dan Gaebler ini sejalan dengan Savas dan Barzelay. Berkaitan dengan efisiensi Stewart (1997) mengemukakan bahwa kegiatan organisasi pemerintah yang baik tidak cukup hanya memenuhi criteria 2E (efficiency dan effectiveness) melainkan harus memenuhi criteria 4E (economy, Efficiency, effectiveness, equity) artinya pemerintah tidak memperhatikan faktor efisien dan efektif di dalam menjalankan organisasinya melainkan juga perlu memperhatikan faktor ekonomis dan keadilan. Osborne bekerjasama dengan Plastrik (2000) mengemukakan 5 strategi untuk melakukan pembaharuan pemerintahan, kelima strategi tersebut adalah :The core Strategy, The Consequences strategy, The costumer Strategy, The control strategy, dan the culture strategy. Ke lima strategi tersebut perlu digunakan untuk meningkatkan kinerja sektor publik agar menjadi lebih baik. Strategi tersebut sekaligus juga menunjukkan bahwa pemerintahan yang berpusat pada masyarakat (the customer centered government).
(Penulis adalah pemerhati social, warga Negara Indonesia, sudah mukim kurang lebih 10 tahun di Desa Segarajaya Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi Jawa Barat. Penulis dapat dihubungi di 081290937578, email: izhar.mr@gmail.com)

Selasa, 25 April 2017

PEMBANGUNAN MARUNDA TERMINAL

Oleh : Izhar Ma'sum Rosadi, (Pemerhati/Aktivis Sosial dan Lingkungan, tinggal di kecamatan Tarumajaya Bekasi Jabar)
Penulis ketika melakukan pengawasan berbasis warga di Marunda Terminal pada 17 April 2017

Pembangunan Marunda Terminal
Marunda Terminal merupakan pelabuhan milik swasta yang berada di Marunda Center desa Segaramakmur kecamatan Tarumajaya kabupaten Bekasi Jawa Barat. Pemerintah RI memang membuka kesempatan bagi swasta untuk membangun pelabuhan Kebijakan Kementerian Perhubungan membuka izin badan usaha pelabuhan (BUP) bagi swasta untuk membuka pelabuhan umum dinilai sangat membantu BUMN pelabuhan. Sebab selama ini Indonesia masih kekurangan fasilitas pelabuhan untuk melayani pengguna jasa. Sebagaimana diketahui, berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan, selama ini pengelolaan pelabuhan umum hanya boleh dilakukan oleh BUMN pelabuhan dan Kementerian Perhubungan. Namun PP tersebut kemudian direvisi menjadi PP 64 Tahun 2015, dimana peraturan tersebut membolehkan BUP bisa menjadi pengelola pelabuhan umum. Semakin banyak pelabuhan yang disediakan pihak swasta, maka akan semakin baik untuk mengurangi antrean kapal di pelabuhan milik BUMN. Oleh karena itu, perlu ada peran swasta dalam pembangunan pelabuhan umum. Otoritas Pelabuhan menjadi pihak yang berwenang untuk pemberian ijin konsesi bagi pelabuhan umum. Memang, sebagaimana petunjuk Presiden RI bahwa konsesi merupakan salah satu dari skema yang dikembangkan. Konsesi adalah pemberian hak, izin, atau tanah oleh pemerintah, perusahaan, individu, atau entitas legal lain. Dalam dunia kepelabuhanan, konsesi diartikan sebagai hak penyelenggaraan pelabuhan yang diberikan oleh Kementerian Perhubungan kepada pemegang ijin Badan Usaha Pelabuhan (BUP) terhadap objek konsesi.
Perjanjian konsesi diatur berdasarkan beberapa peraturan perundangan, yaitu UU no 17 tahun 2008 tentang pelayaran, PP no 61 tahun 2009 tentang kepelabuhanan, PP no 64 tahun 2015, PERMEN KEMENHUB no PM.15 tahun 2015 tentang konsesi dan perjanjian kerjasama lainnya antara pemerintah dengan badan usaha pelabuhan di bidang kepelabuhanan dan PERMEN KEMENHUB no. 166 tahun 2015.  Pengusaha pelabuhan harus menghitung dengan seksama sebelum melakukan perjanjian konsesi sebagaimana ditetapkan dalam PP no. 61 tahun 2009 pasal 74 ayat 2 bahwa jangka waktu konsesi disesuaikan dengan pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar sehingga negara tidak merugikan pengusahasa. Pada dasarnya pembangunan suatu pelabuhan harus berpedoman pada Rencana Induk Pelabuhan Nasional (“RIPN”). RIPN ini merupakan perwujudan dari Tatanan Kepelabuhan Nasional yang digunakan sebagai pedoman dalam penetapan lokasi, pembangunan, pengoperasian , pengembangan pelabuhan dan penyusunan Rencana Induk Pelabuhan. Rencana Induk Pelabuhan Nasional yang bersangkutan memuat dua hal yaitu Kebijakan pelabuhan nasional dan rencana lokasi dan hierarki pelabuhan.
 
 
Foto Diambil pada 17 April 2017 

Dalam proses pembangunan suatu Pelabuhan Umum terdapat bebeberapa Penetapan/Perizinan awal yang harus diperoleh oleh Penyelenggara Pelabuhan (baik itu Otoritas Pelabuhan maupun Unit Penyelenggara Pelabuhan) agar dapat melaksanakan Pembangunan Pelabuhan, adapun Penetapan/Perizinan tersebut beberapa diantaranya adalah:

  1. Jaminan Kelestarian Lingkungan
  2. Izin Pengerukan dan Izin Reklamasi
  3. Izin Terminal Umum 
Penggunaan Tenaga Kerja Asing dalam Pembangunan Marunda Terminal
Keberadaan tenaga kerja asing (TKA) bukanlah fenomena baru bagi Indonesia. Keikutsertaan Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan penanaman modal asing sebagai salah satu target Pemerintah untuk mengenjot ekonomi nasional adalah beberapa faktor yang menyebabkan penambahan kuantitas TKA di Indonesia. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), melalui pengaturan dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 49, telah memasukkan TKA sebagai bagian dari dinamika ketenagakerjaan di Indonesia. Rangkaian aturan di bidang ketenagakerjaan terkait TKA telah digulirkan sebagai pedoman dalam tataran pelaksana, antara lain Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Permenaker 16/2015) yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 35 Tahun 2015 (Permenaker 35/2015),  Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 40 Tahun 2012 tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing, Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping.



Sign/Rambu berbahasa Asing

Di sekitar camp tersebut, terdapat sign (rambu) yang berbahasa asing. Hal inilah yang mengindikasikan bahwa camp tersebut adalah camp untuk tenaga kerja asing yang digunakan oleh Marunda Terminal dalam pembangunan Jetty. Dalam memperkerjakan TKA diperlukan beberapa hal untuk mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku, diantaranya adalah
1.       Memiliki dokumen Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA)
2.       Memiliki Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA)
3.       Sudah melakukan pembayaran Dana Kompensasi Penggunaan TKA ke disnaker
4.       Sudah melakukan pengurusan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) bagi TKA yang digunakan.
 
Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan
Seiring dengan dikeluarkannya undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah yang kemudian diperbaiki menjadi undang-undang nomor 32 tahun 2004, paradigma birokrasi di Indonesia mengalami perubahan dari paradigma pemerintahan yang sentralistik ke arah desentralistik. Partisipasi publik dalam kebijakan pembangunan di negara-negara yang menerapkan demokrasi termasuk di Indonesia bukanlah hal yang baru. Sebagai suatu konsep dan praktek pembangunan, konsep partisipasi baru dibicarakan pada tahun 60-an ketika berbagai lembaga internasional mempromosikan partisipasi dalam praktek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan.  Berpartisipasi dalam pembangunan dan penyelenggaraan Negara merupakan hak warga Negara. Pengawasan masyarakat merupakan bentuk partisipasi aktif dalam proses pembangunan yang merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan. Hak untuk berpartisipasi dalam pembangunan diatur dalam Pasal 1 Deklarasi Hak atas Pembangunan yang diadopsi oleh Resolusi Majelis Umum PBB 41/128 tanggal 4 Desember 1986. Dalam deklarasi ini dikatakan bahwa setiap orang berhak untuk berperan serta, berkontribusi dan menikmati pembangunan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Walaupun sistem negara kita sudah dilengkapi dengan lembaga-lembaga perwakilan masyarakat/ rakyat, tetapi peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara tetaplah penting untuk mendukung terjadinya penyelenggaraan negara yang bebas dan bersih dari kejahatan. Landasan hukum pelaksanaan partisipasi masyarakat adalah UUD 1945 yang menyebutkan bahwa partisipasi adalah hak dasar warga Negara. Untuk mendalami hal tersebut kita dapat berangkat dari norma dasar yang terdapat dalam UUD 1945 khusus nya dalam Pasal 33, yang menyebutkan bahwa “bumi, air, angkasa dan kekayaan alam di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dalam pembangunan, partisipasi semua unsur masyarakat dengan kerja sama merupakan kunci utama bagi keberhasilan pembangunan. Dalam hal ini partisipasi berfungsi menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri (self-reliance) dalam usaha memperbaiki taraf hidup masyarakat.
 
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan pada kajian di atas, penulis menyimpulkan bahwa ;
1.   Dalam pembangunan pelabuhan memerlukan dokumen-dokumen dan atau perizinan-perizinan, beberapa diantaranya adalah Jaminan Kelestarian Lingkungan, Izin Pengerukan dan Izin Reklamasi serta Izin Terminal Umum
2    Penggunaan TKA dalam pembangunan pelabuhan memerlukan beberapa perizinan atau dokumen, beberapa diantaranya adalah; Memiliki dokumen Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA); Memiliki Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA); Sudah melakukan pembayaran Dana Kompensasi Penggunaan TKA ke disnaker; dan Sudah melakukan pengurusan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) bagi TKA yang digunakan.
3.   Peranserta masyarakat dalam pembangunan melalui kerja sama merupakan kunci utama bagi keberhasilan pembangunan. Hal ini berfungsi menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri (self-reliance) dalam usaha memperbaiki taraf hidup masyarakat.
Berdasarkan pada kesimpulan tersebut, maka penulis menyarankan bahwa:
1.   Dalam pembangunan dan pengoperasian pelabuhan, Marunda Terminal selazimnya sudah memiliki dokumen-dokumen dan atau perizinan-perizinan, seperti Jaminan Kelestarian Lingkungan, Izin Pengerukan dan Izin Reklamasi serta Izin Terminal Umum
2.   Marunda Terminal selazimnya sudah; memiliki dokumen Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA); Memiliki Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA); Sudah melakukan pembayaran Dana Kompensasi Penggunaan TKA ke disnaker; dan Sudah melakukan pengurusan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) bagi TKA yang digunakan.
3.   Unsur Pemerintah terkait selazimnya melakukan monitoring dalam pembangunan Marunda Terminal dan penggunaaan TKA
4.   Marunda Terminal selazimnya dapat melibatkan Peranserta masyarakat melalui pemberian kesempatan kerja atau usaha di dalamnya memperbaiki taraf hidup masyarakat sekitar.