Senin, 11 Desember 2017
Deklarasi Komunitas Cibe'et Kabupaten Bekasi
Deklarasi Komunitas Sungai Cibe'et pada 10 Desember 2017 turut dihadiri Camat Cikarang Timur, Kapolsek dan Danramil Cikarang Tinur serta beberapa kepala desa setempat dan tokoh masyarakat. Komunitas Sungai Cibe'et ini memiliki visi, salahsatunya adlh mengembalikan fungi sungai cibe'et seperti sediakala.
Tanpa Anggaran Rutilahu, LSM.SNIPER INDONESIA Ambil Sikap Bangun Rumah Warga Yang Roboh
BEKASI, KABARSEBELAS.COM - Masudi (52), Berharap bantuan
program pemerintah Kabupaten Bekasi dalam rangka membantu masyarakat yang
rumahnya tidak layak huni (RUTILAHU) dan sudah mengajukan sampai empat kali,
namun tidak juga direalisasikan, sehingga rumahnya hampir roboh dan sangat
memprihatinkan. Melihat kondisi rumahnya seperti itu, dia mencoba mencari
bantuan.
"Alhamdulillah saya dapat bantuan lewat
bang Izhar saya dibantu, rumah saya dibongkar dan sudah berdiri dengan bantuan
beberapa pihak." Ungkapnyanya dengan bahagia".
Lanjut kata Masudi, "Saya tidak
menyangka, ada perhatian yang begitu besar dari rekan-rekan, dari pihak luar
juga Pa Ibnu Kades Samudra jaya, Pa H.Carsim dari Segara makmur, dan lainnya,
dari rekan media Kabarsebelas.com juga terimakasih sudah support saya, saya
tidak bisa membalas semua kebaikan ini, insyaallah saya doakan ada ganjaran
pahala yang berlipat ganda dengan keikhlasannya rumah saya sudah
dibangun." Tuturnya".
Izhar Ma’sum Rosadi, S.IKom, Ketua SNIPER INDONESIA
Kabupaten Bekasi,
ketika ditemui media Kabarsebelas.com, Minggu,(03/12). Mengatakan " Saya
prihatin dengan kondisi dilapangan, terkait pengelolaan program rutilahu di
Kabupaten Bekasi, khususnya Kecamatan Tarumajaya, sangat saya sayangkan,
Program andalan Bupati Bekasi tentang Rumah Tidak Layak Huni (RUTILAHU)
diduga tidak tepat sasaran. Pasalnya banyak rumah warganya yang harusnya
masuk kategori layak dapat program tersebut dan bahkan sudah beberapa kali
mengajukan tidak juga terealisasi, sepertinya ada yang janggal dengan kondisi
dilapangan. Saya bersama rekan-rekan yang lain akan terus mengawal dan
mendalami temuan dilapangan." Terangnya".
Masih kata Izhar, "Menurut sumber
dilapangan dilaporkan bahwa rumah warga yang masih layak huni, berlantai
keramik malah mendapat bantuan program itu, apakah itu sesuai SOP nya?
Standarnya gimana itu? kami akan terus dalami untuk memperkuat bukti-bukti
temuan dilapangan. Pa Masudi ini sebagai contoh agar diperhatikan pemerintah
setempat, jangan sampai terulang seperti ini, masa orang dari mana-mana yang pada
peduli kondisi warga sini ? " Tutupnya". (Sbh)
Sabtu, 28 Oktober 2017
Pemerintah Kabupaten Bekasi Perlu melakukan Pembaharuan Manajemen Pemerintahan Daerah Melalui pendekatan “Management Back to Basic”
Oleh : Izhar Ma'sum Rosadi, S.IKom
Seorang sahabat berkata kepada ku
“Apa susahnya duit yang bersumber dari rakyat dikembalikan lagi untuk
pembangunan kepentingan rakyat, realisasikan aja secara jelas, transparan dan
jangan khawatir kalian apalagi takut tidak kebagian. Bukankah honor dan
tunjangan kalian jelas ada dalam setiap mata anggaran?”
Masyarakat kabupaten bekasi telah
melaksanakan pesta demokrasi yaitu Pemilukada 2017. Sebagai sebuah proses,
puncaknya ada pada bilik suara, penghitungan, dan penetapan siapa yang menjadi pemenangnya.
Menjadi pemenang pemilukada 2017 bukanlah tujuan akhir, melainkan sebagai awal
untuk menepati janji. Kemenangan Hj Neneng Hasanah Yasin dalam pilkada 2017 menunjukkan
adanya keinginan politik (political will) dan tindakan politik (political action)
yang kuat dan nyata untuk melakukan pembaharuan sesuai tuntutan masyarakat. Setelah
berbagai perubahan dan keputusan politik selesai disepakati, masih banyak hal
besar yang harus dilakukan dan dibenahi untuk mewujudkan organisasi
pemerintahan yang lebih baik. Seperti yang dikemukakan oleh Leonard D.White
(2001 dalam Wasistiono), : “Kegiatan administrasi dimulai pada saat kegiatan
politik selesai”. Dengan demikian setelah berbagai proses untuk membuat
keputusan politik yang mendasar telah dilaksanakan oleh lembaga-lembaga
politik, diperlukan tindak lanjut kegiatan administratif oleh lembaga-lembaga
pemerintahan. Salah satu diantaranya adalah membangun kembali manajemen
pemerintahan daerah kabupaten Bekasi yang lebih responsif terhadap tuntutan aspirasi masyarakat Bekasi maupun
perubahan secara eksternal. Penyebab kegagalan bangsa utamanya dalam hal
manajemen baik manajemen sektor publik maupun sektor privat. Mis-manajemen /
salah urus menjadi faktor utama kegagalan disemua lini kehidupan bangsa baik
dalam pengelolaan kekayaan negara, pendapatan negara, anggaran, jasa,
perdagangan, teknologi serta manajemen SDM, permasalahan ini dapat diperkecil
ketika pihak terkait menggunakan manajemen yang baik, sehingga berbagai
persoalan yang dihadapi dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. Tataran
manajemen pemerintahan daerah perlu memperoleh perhatian yang signifikan dari
pemerintah daerah kabupaten Bekasi apabila warga kabupaten Bekasi ini ingin
berubah menjadi Kabupaten Bekasi Lebih Baik dan Lebih Sejahtera.
Diantara Permasalahan yang ada di
kabupaten Bekasi
Pertama, Kabupaten Bekasi meraih
JUARA ke-4 se-Indonesia sebagai Daerah Pengendap Dana APBD di Bank sebesar 1,5
Trilyun lebih. Itulah bukti "prestasi" kepemimpinan Bupati Neneng
Hasanah Yasin. Presiden Joko Widodo mengkritik Bupati Bekasi Neneng Hasanah
Yasin karena anggaran daerah yang mengendap di bank mencapai Rp 1,5 triliun
lebih. Kritikan tersebut pun ditanggapinya dengan santai, dengan mengatakan
bahwa "Segera kita belanjakan" (Neneng, Selasa, 9 Agustus 2016). Neneng
mengatakan bahwa besarnya anggaran yang mengendap di bank lantaran nilai
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) milik pemerintahnya cukup besar.
Bahkan, pada 2015 hampir mencapai Rp 5 triliun. Adapun, sisa lebih perhitungan
anggaran mencapai Rp 1 triliun lebih. "Jangan disamakan dengan daerah yang
APBD-nya kecil. Kemudian dianalogikan bahwa ada daerah yang nilai APBD-nya Rp 1
triliun, kemudian penyerapannya mencapai Rp 500 miliar, otomatis nilai silpa Rp
500 miliar. Sisa itu tidak bisa dibandingkan dengan Kabupaten Bekasi, karena
dalam penyerapan lebih banyak daerahnya, meskipun silpa nilai lebih banyak.
Lebih lanjut, Neneng memastikan bahwa, anggaran yang mengendap tersebut akan
segera dibelanjakan, karena pemerintah daerah tengah melakukan penghitungan. Selain
silpa, dana itu terdapat dana efisiensi surplus yang mencapai Rp 305 miliar
lebih dan juga akan menekan nilai silpa kurang dari Rp 500 miliar. Sementara
itu Wakil Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja justru merasa optimis kalau
penyerapan anggaran tahun 2017 berjalan dengan baik. Kendati saat ini masih
minim, akan dikebut sejumlah kegiatan termasuk kegiatan fisik yang menyerap
anggaran besar. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah, Kabupaten
Bekasi, mengatakan bahwa dana yang dimaksud Presiden bukan dana mengendap.
Menurut dia, dana tersebut ialah deposito berjangka sebesar Rp 1,1 triliun yang
berasal dari silpa 2015 serta kas yang dialokasikan untuk setiap satuan kerja
perangkat daerah (SKPD). Silpa 2015 langsung dimasukkan ke dalam APBD Murni
2016. Setiap SKPD jika membutuhkan anggaran untuk belanja bisa menggunakan dana
tersebut sewaktu-waktu. Jika dana pada kas habis, maka diambil dari deposito
berjangka tersebut. Deposito diadakan karena pemerintah menargetkan pendapatan
dari bunga sebesar Rp 68 miliar setiap tahun.Target kami silpa tahun ini tidak
lebih dari Rp 500 miliar. Penyerapan tidak bisa 100 persen karena ada efisiensi
ketika lelang.
Pendapat berbeda, berasal dari H.
Daris, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, yang mengatakan pengendapan dana
tersebut bukan masalah sepele. Karena itu, lembaganya meminta kepada Bupati
agar segera bertindak, yang mana jika dana diserap bisa segera dimanfaatkan
untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu Fraksi Gerinda
menilai kalau angka silpa yang masih tinggi menjadi potret buruk bagi kinerka
SKPD karena anggaran yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan daerah
nyatanya banyak disimpan di Bank. Anden menyatakan bahwa Silpa yang tinggi ini
(Rp 755,57 milyar) bukan karena efisiensi anggaran tapi karena menurut
fraksi gerindra karena penyerapan anggaran yang rendah, seharunya pemerintah
bisa menekan kebijakan daerah untuk menyerap APBD secara maksimal. Kalau
minimnya serapan anggaran harus menjadi intropeksi bersama, kebijakan
pengelolaan keuangan Kabupaten Bekasi belum mencapai pada pencapaian kinerja
untuk pembangunan.
Kedua, Kabupaten Bekasi Darurat
Korupsi? Bahwa sudah ke-3 kalinya terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) di
Pemkab Bekasi. Pertama oleh Tim Saber Pungli Polres Metro Bekasi di Disnaker
dan OTT yang ke-2 di Kecamatan Cikarang Barat yang SPDP-nya sudah diserahkan ke
Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi. OTT yang ke-3 kali ini Senin (18/9/17) di
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadau (BPMPPT) Kabupaten
Bekasi oleh Tim Saber Pungli Polda Metro Jaya.
Ketiga, Pengguna media sosial di
Kabupaten Bekasi lagi ramai memperbincangkan tentang Dana ADD dan
permasalahannya. Beragam komentar bermunculan tentang penggunaan dana tersebut,
diduga mulai untuk DP mobil, renovasi rumah, keperluan pribadi lainnya, dan tidak
transparan pengelolaannya.
Keempat, di Kabupaten Bekasi terjadi
kekisruhan PPDB Online yang mana tidak jarang Orang Tua Calon Siswa “mengamuk”
dan unjuk rasa.
Dan masih banyak lagi persoalan lainnya.
Dan masih banyak lagi persoalan lainnya.
Menarik mengambil suatu analogi, jika
dikaitkan dengan pendapat Wakil Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja yang
menyatakan bahwa akan dikebut sejumlah kegiatan termasuk kegiatan fisik yang
menyerap anggaran besar. Pengalaman penulis tatkala memperjuangkan kerusakan
jalan Marunda Makmur Batas DKI sampai dengan Tanah Baru Kecamatan Tarumajaya
saja, yanag mana bahwa pada 14 Januari 2017 telah terjadi kesepakatan bersama
mengenai perbaikan jalan (peningkatan jalan), hingga tulisan ini dibuat, jalan
tersebut masih belum dibangun kembali, sehingga masih kurang nyaman dan
membahayakan pengguna jalan.
Dikaitkan secara teoretis, dengan
mengutip pendapat Osborne dan Gaebler (1999)
bahwa masalah utama yang dihadapi pemerintah daerah dewasa ini,
khususnya kabupaten Bekasi Jawa Barat adalah bukanlah terletak pada “Apa” yang akan
dikerjakan, melainkan pada “Bagaimana” cara mengerjakannya. Artinya adalah
bahwa faktor manajemen memegang peranan penting dalam upaya pencapaian tujuan
Negara yang dijalankan oleh pemerintah daerah
kabupaten Bekasi. Tataran manajemen perlu memperoleh perhatian yang
signifikan dari pemerintah daerah kabupaten Bekasi apabila warga kabupaten
Bekasi ini ingin adanya perubahan ke arah Bekasi lebaih baik dan sejahtera. Krisis
multidimensional yang terjadi saat ini
sebagian besar disebabkan oleh lemahnya manajemen pemerintahan daerah kab
Bekasi di semua lini dan sektor. Manajemen pemerintahan kabupaten Bekasi yang
dijalankan selama ini diciptakan untuk lebih banyak mengabdi pada kekuasaan dan
berupaya secara sistematik melanggengkan kekuasaan sehingga kurang berorientasi
pada kepentingan publik. Pandangan masyarakat selama ini lebih banyak ditujukan
pada orang-orang yang akan dan telah duduk dalam pemerintahan. Hal ini
menunjukkan bahwa unsur manusia nampaknya dianggap lebih penting daripada
sistem yang dijalankannya. Padahal dengan membangun sistem yang baik akan
dipilih orang yang baik pula. Selain itu dengan sistem yang baik akan
mengurangi ketergantungan pada orang yang menjalankan sistem. Dengan perkataan
lain tanpa adanya sistem yang baik maka jalannya organisasi pemerintahan daerah
akan sangat bergantung pada fokus pemimpinnya (leader centered) bukan
berorientasi pada sistem (system centered). Pola pemerintahan daerah semacam
ini akan membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kewenangan, karena basis
kewenangan yang dikembangkan akan lebih bercorak karismatik dibandingkan basis
kewenangan bercorak nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintahan kabupaten
Bekasi sekarang ini hendaknya perlu memberi perhatian pada pembenahan sistem,
termasuk sistem manajemen pemerintahan daerah. Perubahan tersebut hendaknya
dilakukan dalam sebuah strategi besar (grand strategy) yang menjadi payung
untuk berbagai perubahan pada sektor dan lini, agar tidak terjadi pembaharuan
yang bersifat tambal sulam.
Strategi itu antara lain
Pembaharuan Manajemen Pemerintahan, Pembaharuan Manajemen Pemerintahan Daerah
Melalui pendekatan “Management Back to Basic”, Pembaharuan Fungsi Manajemen
Pemerintahan Daerah serta Penguatan Kelembagaan Pemerintahan Daerah. Dengan demikian strategi Pembangunan sistem
manajemen pemerintahan yang responsif menjadi semakin penting manakala
jabatan-jabatan puncak pemerintahan baik di tingkat pemerintah pusat maupun
jabatan puncak ditingkat pemerintah daerah lebih didasarkan pada pertimbangan
politik (aspek akseptabilitas) dibandingkan dengan pertimbangan kemampuan (aspek
kapabilitas).
Tak cukup 2E namun 4E juga
Perubahan sosial dengan berbagai
kecenderungan besar secara timbal balik mempengaruhi pula manajemen yang
dijalankan pada berbagai organisasi, sebab organisasi sebagai wadah kerjasama
guna mencapai tujuan. Perubahan besar pada manajemen pemerintahan terjadi
dengan adanya konsepsi pemikiran dari Osborne dan Gaebler (1999) yang
menawarkan perlunya transformasi semangat kewirausahaan pada sektor
publik.Osborne dan Gaebler mengemukakan sepuluh pokok pikiran yang intinya
mengurangi peranan pemerintah dengan memberdayakan masyarakat serta menjadikan
sektor pemerintah menjadi lebih efisien. Inti pemikiran Osborne dan Gaebler ini
sejalan dengan Savas dan Barzelay. Berkaitan dengan efisiensi Stewart (1997)
mengemukakan bahwa kegiatan organisasi pemerintah yang baik tidak cukup hanya
memenuhi criteria 2E (efficiency dan effectiveness) melainkan harus memenuhi
criteria 4E (economy, Efficiency, effectiveness, equity) artinya pemerintah
tidak memperhatikan faktor efisien dan efektif di dalam menjalankan
organisasinya melainkan juga perlu memperhatikan faktor ekonomis dan keadilan. Osborne
bekerjasama dengan Plastrik (2000) mengemukakan 5 strategi untuk melakukan
pembaharuan pemerintahan, kelima strategi tersebut adalah :The core Strategy,
The Consequences strategy, The costumer Strategy, The control strategy, dan the
culture strategy. Ke lima strategi tersebut perlu digunakan untuk meningkatkan
kinerja sektor publik agar menjadi lebih baik. Strategi tersebut sekaligus juga
menunjukkan bahwa pemerintahan yang berpusat pada masyarakat (the customer
centered government).
(Penulis adalah pemerhati social, warga Negara Indonesia,
sudah mukim kurang lebih 10 tahun di Desa Segarajaya Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi
Jawa Barat. Penulis dapat dihubungi di 081290937578, email: izhar.mr@gmail.com)Selasa, 25 April 2017
PEMBANGUNAN MARUNDA TERMINAL
Oleh : Izhar Ma'sum Rosadi, (Pemerhati/Aktivis Sosial dan Lingkungan, tinggal di kecamatan Tarumajaya Bekasi Jabar)
Pembangunan Marunda Terminal
Penulis ketika melakukan pengawasan berbasis warga di Marunda Terminal pada 17 April 2017
Pembangunan Marunda Terminal
Marunda
Terminal merupakan pelabuhan milik swasta yang berada di Marunda Center desa
Segaramakmur kecamatan Tarumajaya kabupaten Bekasi Jawa Barat. Pemerintah RI
memang membuka kesempatan bagi swasta untuk membangun pelabuhan Kebijakan
Kementerian Perhubungan membuka izin badan usaha pelabuhan (BUP) bagi swasta
untuk membuka pelabuhan umum dinilai sangat membantu BUMN pelabuhan. Sebab
selama ini Indonesia masih kekurangan fasilitas pelabuhan untuk melayani
pengguna jasa. Sebagaimana diketahui, berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 61
Tahun 2009 tentang Kepelabuhan, selama ini pengelolaan pelabuhan umum hanya
boleh dilakukan oleh BUMN pelabuhan dan Kementerian Perhubungan. Namun PP
tersebut kemudian direvisi menjadi PP 64 Tahun 2015, dimana peraturan tersebut
membolehkan BUP bisa menjadi pengelola pelabuhan umum. Semakin
banyak pelabuhan yang disediakan pihak swasta, maka akan semakin baik untuk
mengurangi antrean kapal di pelabuhan milik BUMN. Oleh
karena itu, perlu ada peran swasta dalam pembangunan pelabuhan umum. Otoritas Pelabuhan menjadi
pihak yang berwenang untuk pemberian ijin konsesi bagi pelabuhan umum. Memang,
sebagaimana petunjuk Presiden RI bahwa konsesi merupakan salah satu dari skema
yang dikembangkan. Konsesi adalah pemberian hak, izin, atau tanah oleh pemerintah, perusahaan,
individu, atau entitas legal lain. Dalam dunia kepelabuhanan, konsesi diartikan
sebagai hak penyelenggaraan pelabuhan yang diberikan oleh Kementerian
Perhubungan kepada pemegang ijin Badan Usaha Pelabuhan (BUP) terhadap objek
konsesi.
Perjanjian
konsesi diatur berdasarkan beberapa peraturan perundangan, yaitu UU no 17 tahun
2008 tentang pelayaran, PP no 61 tahun 2009 tentang kepelabuhanan, PP no 64
tahun 2015, PERMEN KEMENHUB no PM.15 tahun 2015 tentang konsesi dan perjanjian
kerjasama lainnya antara pemerintah dengan badan usaha pelabuhan di bidang
kepelabuhanan dan PERMEN KEMENHUB no. 166 tahun 2015. Pengusaha pelabuhan harus menghitung dengan
seksama sebelum melakukan perjanjian konsesi sebagaimana ditetapkan dalam PP
no. 61 tahun 2009 pasal 74 ayat 2 bahwa jangka waktu konsesi disesuaikan dengan
pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar sehingga negara tidak
merugikan pengusahasa. Pada
dasarnya pembangunan suatu pelabuhan harus berpedoman pada Rencana Induk
Pelabuhan Nasional (“RIPN”). RIPN ini merupakan perwujudan dari Tatanan
Kepelabuhan Nasional yang digunakan sebagai pedoman dalam penetapan lokasi,
pembangunan, pengoperasian , pengembangan pelabuhan dan penyusunan Rencana
Induk Pelabuhan.
Rencana Induk Pelabuhan Nasional yang
bersangkutan memuat dua hal yaitu Kebijakan pelabuhan nasional dan rencana
lokasi dan hierarki pelabuhan.
Foto Diambil pada 17 April 2017
Dalam
proses pembangunan suatu Pelabuhan Umum terdapat bebeberapa Penetapan/Perizinan
awal yang harus diperoleh oleh Penyelenggara Pelabuhan (baik itu Otoritas
Pelabuhan maupun Unit Penyelenggara Pelabuhan) agar dapat melaksanakan
Pembangunan Pelabuhan, adapun Penetapan/Perizinan tersebut beberapa diantaranya
adalah:
- Jaminan Kelestarian Lingkungan
- Izin Pengerukan dan Izin Reklamasi
- Izin Terminal Umum
Penggunaan
Tenaga Kerja Asing dalam Pembangunan Marunda Terminal
Keberadaan tenaga kerja asing (TKA) bukanlah
fenomena baru bagi Indonesia. Keikutsertaan Indonesia dalam
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan penanaman modal asing sebagai salah satu
target Pemerintah untuk mengenjot ekonomi nasional adalah beberapa faktor yang
menyebabkan penambahan kuantitas TKA di Indonesia. Undang-Undang No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), melalui pengaturan dalam
Pasal 42 sampai dengan Pasal 49, telah memasukkan TKA sebagai bagian dari dinamika
ketenagakerjaan di Indonesia. Rangkaian aturan di bidang ketenagakerjaan
terkait TKA telah digulirkan sebagai pedoman dalam tataran pelaksana, antara
lain Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Permenaker 16/2015) yang telah diubah dengan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 35 Tahun 2015 (Permenaker 35/2015),
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 40 Tahun 2012 tentang
Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing, Peraturan
Presiden No. 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing serta
Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping.
Sign/Rambu berbahasa Asing
Di sekitar camp tersebut, terdapat sign (rambu)
yang berbahasa asing. Hal inilah yang mengindikasikan bahwa camp tersebut
adalah camp untuk tenaga kerja asing yang digunakan oleh Marunda Terminal dalam
pembangunan Jetty. Dalam memperkerjakan TKA diperlukan beberapa hal untuk
mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku, diantaranya adalah
1. Memiliki
dokumen Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA)
2. Memiliki Izin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA)
3. Sudah
melakukan pembayaran Dana Kompensasi Penggunaan TKA ke disnaker
4. Sudah
melakukan pengurusan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) bagi TKA yang
digunakan.
Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan
Seiring dengan dikeluarkannya undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah yang kemudian diperbaiki menjadi undang-undang nomor 32 tahun 2004, paradigma birokrasi di Indonesia mengalami perubahan dari paradigma pemerintahan yang sentralistik ke arah desentralistik. Partisipasi publik dalam kebijakan pembangunan di negara-negara yang menerapkan demokrasi termasuk di Indonesia bukanlah hal yang baru. Sebagai suatu konsep dan praktek pembangunan, konsep partisipasi baru dibicarakan pada tahun 60-an ketika berbagai lembaga internasional mempromosikan partisipasi dalam praktek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan. Berpartisipasi dalam pembangunan dan penyelenggaraan Negara merupakan hak warga Negara. Pengawasan masyarakat merupakan bentuk partisipasi aktif dalam proses pembangunan yang merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan. Hak untuk berpartisipasi dalam pembangunan diatur dalam Pasal 1 Deklarasi Hak atas Pembangunan yang diadopsi oleh Resolusi Majelis Umum PBB 41/128 tanggal 4 Desember 1986. Dalam deklarasi ini dikatakan bahwa setiap orang berhak untuk berperan serta, berkontribusi dan menikmati pembangunan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Walaupun sistem negara kita sudah dilengkapi dengan lembaga-lembaga perwakilan masyarakat/ rakyat, tetapi peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara tetaplah penting untuk mendukung terjadinya penyelenggaraan negara yang bebas dan bersih dari kejahatan. Landasan hukum pelaksanaan partisipasi masyarakat adalah UUD 1945 yang menyebutkan bahwa partisipasi adalah hak dasar warga Negara. Untuk mendalami hal tersebut kita dapat berangkat dari norma dasar yang terdapat dalam UUD 1945 khusus nya dalam Pasal 33, yang menyebutkan bahwa “bumi, air, angkasa dan kekayaan alam di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dalam pembangunan, partisipasi semua unsur masyarakat dengan kerja sama merupakan kunci utama bagi keberhasilan pembangunan. Dalam hal ini partisipasi berfungsi menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri (self-reliance) dalam usaha memperbaiki taraf hidup masyarakat.
Kesimpulan dan
Saran
Berdasarkan pada kajian di atas, penulis
menyimpulkan bahwa ;
1. Dalam pembangunan pelabuhan memerlukan dokumen-dokumen dan atau perizinan-perizinan, beberapa diantaranya adalah Jaminan Kelestarian Lingkungan, Izin Pengerukan dan Izin Reklamasi serta Izin Terminal Umum
2 Penggunaan TKA dalam pembangunan pelabuhan memerlukan beberapa perizinan atau dokumen, beberapa diantaranya adalah; Memiliki dokumen Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA); Memiliki Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA); Sudah melakukan pembayaran Dana Kompensasi Penggunaan TKA ke disnaker; dan Sudah melakukan pengurusan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) bagi TKA yang digunakan.
3. Peranserta masyarakat dalam pembangunan melalui kerja sama merupakan kunci utama bagi keberhasilan pembangunan. Hal ini berfungsi menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri (self-reliance) dalam usaha memperbaiki taraf hidup masyarakat.
Berdasarkan pada kesimpulan tersebut, maka
penulis menyarankan bahwa:
1. Dalam pembangunan dan pengoperasian pelabuhan,
Marunda Terminal selazimnya sudah memiliki dokumen-dokumen dan atau perizinan-perizinan,
seperti Jaminan Kelestarian
Lingkungan, Izin Pengerukan dan Izin Reklamasi serta Izin Terminal Umum
2. Marunda Terminal selazimnya sudah; memiliki
dokumen Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA); Memiliki Izin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA); Sudah melakukan pembayaran Dana Kompensasi
Penggunaan TKA ke disnaker; dan Sudah melakukan pengurusan Kartu Izin Tinggal
Terbatas (KITAS) bagi TKA yang digunakan.
3. Unsur Pemerintah
terkait selazimnya melakukan monitoring dalam pembangunan Marunda Terminal dan
penggunaaan TKA
4. Marunda
Terminal selazimnya dapat melibatkan Peranserta masyarakat melalui pemberian kesempatan
kerja atau usaha di dalamnya memperbaiki taraf
hidup masyarakat sekitar.
Langganan:
Postingan (Atom)