Oleh: Izhar Ma'sum Rosadi
Kita tentu masih ingat bagaimana ruang publik pemberitaan media disesaki dengan adanya pimpong transparansi anggaran Covid 19. "Dinkes “Colek” Inspektorat, Transparansi Anggaran Covid Kabupaten Bekasi Dipimpong " (karawangbekasi.jabarekspres.com, 19/4/21) merupakan judul berita yang menyesak dada dan membangkitkan naluri kritis. Alih-alih transparan dalam penggunaan dana covid 19 Tahun anggaran 2020, justru yang terjadi blunder transparansi anggaran tersebut. Kabupaten Bekasi kini telah memiliki pemimpin baru, H. Ahmad Marzuki, wakil bupati Bekasi. Sebagai pemimpin baru tentu memberikan harapan baru bagi warga agar tercipta penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih transparan. Pemerintahan transparan (terbuka) dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Dikatakan transparan apabila dalam penyelenggaraan kepemerintahannya mudah diakses atau diketahui oleh masyarakat sehingga masyarakat bisa memantau sekaligus mengevaluasi kinerja pemerintah.
Merujuk pada teori keagenan (Agency Teory) bahwa teori ini merupakan landasan yang digunakan untuk menjelaskan dan menyelesaikan masalah terkait hubungan antara pemilik bisnis dengan orang yang diberikan kepercayaan untuk menjalankan bisnis tersebut yang selanjutnya disebut agen. Dalam konteks pemerintahan daerah, rakyat bertindak sebagai prinsipal atau pemilik modal yang kemudian diwakilkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sedangkan yang berlaku sebagai agen atau manajer yaitu pemerintah yang dalam prosesnya, Kepala Daerah selaku Kepala Pemerintahan di daerah. Sejalan dengan teori keagenan, masyarakat sebagai pemilik sumber daya akan meminta pemerintah selaku manajer atau pengelola untuk menunjukkan transparansi. Setidaknya ini dilakukan melalui publikasi baik melalui website resmi, papan pengumuman maupun media massa, dengan mempertimbangkan kemudahan aksesibilitas warga.
Mandat keterbukaan informasi publik telah ada seiring Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Selain itu juga telah ada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang mana dalam aturan tersebut, pemda wajib menyediakan informasi keuangan daerah dan harus mudah diakses masyarakat. Informasi tersebut setidaknya memuat informasi penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan laporan keuangan, Hal ini memiliki urgensi untuk mendukung keterbukaan informasi kepada masyarakat. Menuju kepada pemerintahan daerah yang terbuka memerlukan komitmen integritas yang baik dari Kepala Kepala OPD dan Kepala Daerah. Kita seharusnya menyudahi 'Drama Pimpong Transparansi', sebagaimana disampaikan sebagai ilustrasi contoh yakni Dana Covid 19 TA 2020 yang toh pada akhirnya berdasarkan pada Audit BPK RI, menemui masalah, diantaranya gagal paham surat edaran menteri keuangan terkait pembebasan pajak atas belanja kebutuhan covid 19, yang berdampak pada kelebihan bayar kepada pihak penyedia.
Kita ketahui bahwa kabupaten Bekasi telah memiliki pemimpin baru, Marzuki, wakil Bupati Bekasi. Hadirnya Pemimpin baru ini tentu membawa harapan baru bagi masyarakat. Bekasi Transparan seharusnya dapat terlaksana dalam 100 hari kerja Marzuki, sebagaimana yang ia gaungkan bahwa dirinya akan mencetak sejarah dalam 100 hari kerja. Transparan dalam pengelolaan keuangan daerah merupakan aksi baik dan ini juga merupakan kewajiban dan amanat undang-undang, dari pada harus terjebak dalam 'kubangan" fenomena pingpong transparansi dan 'petak umpet' pengelolaan keuangan daerah.*