Seorang sahabat berkata kepada ku
“Apa susahnya duit yang bersumber dari rakyat dikembalikan lagi untuk
pembangunan kepentingan rakyat, realisasikan aja secara jelas, transparan dan
jangan khawatir kalian apalagi takut tidak kebagian. Bukankah honor dan
tunjangan kalian jelas ada dalam setiap mata anggaran?”
Masyarakat kabupaten bekasi telah
melaksanakan pesta demokrasi yaitu Pemilukada 2017. Sebagai sebuah proses,
puncaknya ada pada bilik suara, penghitungan, dan penetapan siapa yang menjadi pemenangnya.
Menjadi pemenang pemilukada 2017 bukanlah tujuan akhir, melainkan sebagai awal
untuk menepati janji. Kemenangan Hj Neneng Hasanah Yasin dalam pilkada 2017 menunjukkan
adanya keinginan politik (political will) dan tindakan politik (political action)
yang kuat dan nyata untuk melakukan pembaharuan sesuai tuntutan masyarakat. Setelah
berbagai perubahan dan keputusan politik selesai disepakati, masih banyak hal
besar yang harus dilakukan dan dibenahi untuk mewujudkan organisasi
pemerintahan yang lebih baik. Seperti yang dikemukakan oleh Leonard D.White
(2001 dalam Wasistiono), : “Kegiatan administrasi dimulai pada saat kegiatan
politik selesai”. Dengan demikian setelah berbagai proses untuk membuat
keputusan politik yang mendasar telah dilaksanakan oleh lembaga-lembaga
politik, diperlukan tindak lanjut kegiatan administratif oleh lembaga-lembaga
pemerintahan. Salah satu diantaranya adalah membangun kembali manajemen
pemerintahan daerah kabupaten Bekasi yang lebih responsif terhadap tuntutan aspirasi masyarakat Bekasi maupun
perubahan secara eksternal. Penyebab kegagalan bangsa utamanya dalam hal
manajemen baik manajemen sektor publik maupun sektor privat. Mis-manajemen /
salah urus menjadi faktor utama kegagalan disemua lini kehidupan bangsa baik
dalam pengelolaan kekayaan negara, pendapatan negara, anggaran, jasa,
perdagangan, teknologi serta manajemen SDM, permasalahan ini dapat diperkecil
ketika pihak terkait menggunakan manajemen yang baik, sehingga berbagai
persoalan yang dihadapi dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. Tataran
manajemen pemerintahan daerah perlu memperoleh perhatian yang signifikan dari
pemerintah daerah kabupaten Bekasi apabila warga kabupaten Bekasi ini ingin
berubah menjadi Kabupaten Bekasi Lebih Baik dan Lebih Sejahtera.
Diantara Permasalahan yang ada di
kabupaten Bekasi
Pertama, Kabupaten Bekasi meraih
JUARA ke-4 se-Indonesia sebagai Daerah Pengendap Dana APBD di Bank sebesar 1,5
Trilyun lebih. Itulah bukti "prestasi" kepemimpinan Bupati Neneng
Hasanah Yasin. Presiden Joko Widodo mengkritik Bupati Bekasi Neneng Hasanah
Yasin karena anggaran daerah yang mengendap di bank mencapai Rp 1,5 triliun
lebih. Kritikan tersebut pun ditanggapinya dengan santai, dengan mengatakan
bahwa "Segera kita belanjakan" (Neneng, Selasa, 9 Agustus 2016). Neneng
mengatakan bahwa besarnya anggaran yang mengendap di bank lantaran nilai
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) milik pemerintahnya cukup besar.
Bahkan, pada 2015 hampir mencapai Rp 5 triliun. Adapun, sisa lebih perhitungan
anggaran mencapai Rp 1 triliun lebih. "Jangan disamakan dengan daerah yang
APBD-nya kecil. Kemudian dianalogikan bahwa ada daerah yang nilai APBD-nya Rp 1
triliun, kemudian penyerapannya mencapai Rp 500 miliar, otomatis nilai silpa Rp
500 miliar. Sisa itu tidak bisa dibandingkan dengan Kabupaten Bekasi, karena
dalam penyerapan lebih banyak daerahnya, meskipun silpa nilai lebih banyak.
Lebih lanjut, Neneng memastikan bahwa, anggaran yang mengendap tersebut akan
segera dibelanjakan, karena pemerintah daerah tengah melakukan penghitungan. Selain
silpa, dana itu terdapat dana efisiensi surplus yang mencapai Rp 305 miliar
lebih dan juga akan menekan nilai silpa kurang dari Rp 500 miliar. Sementara
itu Wakil Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja justru merasa optimis kalau
penyerapan anggaran tahun 2017 berjalan dengan baik. Kendati saat ini masih
minim, akan dikebut sejumlah kegiatan termasuk kegiatan fisik yang menyerap
anggaran besar. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah, Kabupaten
Bekasi, mengatakan bahwa dana yang dimaksud Presiden bukan dana mengendap.
Menurut dia, dana tersebut ialah deposito berjangka sebesar Rp 1,1 triliun yang
berasal dari silpa 2015 serta kas yang dialokasikan untuk setiap satuan kerja
perangkat daerah (SKPD). Silpa 2015 langsung dimasukkan ke dalam APBD Murni
2016. Setiap SKPD jika membutuhkan anggaran untuk belanja bisa menggunakan dana
tersebut sewaktu-waktu. Jika dana pada kas habis, maka diambil dari deposito
berjangka tersebut. Deposito diadakan karena pemerintah menargetkan pendapatan
dari bunga sebesar Rp 68 miliar setiap tahun.Target kami silpa tahun ini tidak
lebih dari Rp 500 miliar. Penyerapan tidak bisa 100 persen karena ada efisiensi
ketika lelang.
Pendapat berbeda, berasal dari H.
Daris, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, yang mengatakan pengendapan dana
tersebut bukan masalah sepele. Karena itu, lembaganya meminta kepada Bupati
agar segera bertindak, yang mana jika dana diserap bisa segera dimanfaatkan
untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu Fraksi Gerinda
menilai kalau angka silpa yang masih tinggi menjadi potret buruk bagi kinerka
SKPD karena anggaran yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan daerah
nyatanya banyak disimpan di Bank. Anden menyatakan bahwa Silpa yang tinggi ini
(Rp 755,57 milyar) bukan karena efisiensi anggaran tapi karena menurut
fraksi gerindra karena penyerapan anggaran yang rendah, seharunya pemerintah
bisa menekan kebijakan daerah untuk menyerap APBD secara maksimal. Kalau
minimnya serapan anggaran harus menjadi intropeksi bersama, kebijakan
pengelolaan keuangan Kabupaten Bekasi belum mencapai pada pencapaian kinerja
untuk pembangunan.
Kedua, Kabupaten Bekasi Darurat
Korupsi? Bahwa sudah ke-3 kalinya terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) di
Pemkab Bekasi. Pertama oleh Tim Saber Pungli Polres Metro Bekasi di Disnaker
dan OTT yang ke-2 di Kecamatan Cikarang Barat yang SPDP-nya sudah diserahkan ke
Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi. OTT yang ke-3 kali ini Senin (18/9/17) di
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadau (BPMPPT) Kabupaten
Bekasi oleh Tim Saber Pungli Polda Metro Jaya.
Ketiga, Pengguna media sosial di
Kabupaten Bekasi lagi ramai memperbincangkan tentang Dana ADD dan
permasalahannya. Beragam komentar bermunculan tentang penggunaan dana tersebut,
diduga mulai untuk DP mobil, renovasi rumah, keperluan pribadi lainnya, dan tidak
transparan pengelolaannya.
Keempat, di Kabupaten Bekasi terjadi
kekisruhan PPDB Online yang mana tidak jarang Orang Tua Calon Siswa “mengamuk”
dan unjuk rasa.
Dan masih banyak lagi persoalan lainnya.
Dan masih banyak lagi persoalan lainnya.
Menarik mengambil suatu analogi, jika
dikaitkan dengan pendapat Wakil Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja yang
menyatakan bahwa akan dikebut sejumlah kegiatan termasuk kegiatan fisik yang
menyerap anggaran besar. Pengalaman penulis tatkala memperjuangkan kerusakan
jalan Marunda Makmur Batas DKI sampai dengan Tanah Baru Kecamatan Tarumajaya
saja, yanag mana bahwa pada 14 Januari 2017 telah terjadi kesepakatan bersama
mengenai perbaikan jalan (peningkatan jalan), hingga tulisan ini dibuat, jalan
tersebut masih belum dibangun kembali, sehingga masih kurang nyaman dan
membahayakan pengguna jalan.
Dikaitkan secara teoretis, dengan
mengutip pendapat Osborne dan Gaebler (1999)
bahwa masalah utama yang dihadapi pemerintah daerah dewasa ini,
khususnya kabupaten Bekasi Jawa Barat adalah bukanlah terletak pada “Apa” yang akan
dikerjakan, melainkan pada “Bagaimana” cara mengerjakannya. Artinya adalah
bahwa faktor manajemen memegang peranan penting dalam upaya pencapaian tujuan
Negara yang dijalankan oleh pemerintah daerah
kabupaten Bekasi. Tataran manajemen perlu memperoleh perhatian yang
signifikan dari pemerintah daerah kabupaten Bekasi apabila warga kabupaten
Bekasi ini ingin adanya perubahan ke arah Bekasi lebaih baik dan sejahtera. Krisis
multidimensional yang terjadi saat ini
sebagian besar disebabkan oleh lemahnya manajemen pemerintahan daerah kab
Bekasi di semua lini dan sektor. Manajemen pemerintahan kabupaten Bekasi yang
dijalankan selama ini diciptakan untuk lebih banyak mengabdi pada kekuasaan dan
berupaya secara sistematik melanggengkan kekuasaan sehingga kurang berorientasi
pada kepentingan publik. Pandangan masyarakat selama ini lebih banyak ditujukan
pada orang-orang yang akan dan telah duduk dalam pemerintahan. Hal ini
menunjukkan bahwa unsur manusia nampaknya dianggap lebih penting daripada
sistem yang dijalankannya. Padahal dengan membangun sistem yang baik akan
dipilih orang yang baik pula. Selain itu dengan sistem yang baik akan
mengurangi ketergantungan pada orang yang menjalankan sistem. Dengan perkataan
lain tanpa adanya sistem yang baik maka jalannya organisasi pemerintahan daerah
akan sangat bergantung pada fokus pemimpinnya (leader centered) bukan
berorientasi pada sistem (system centered). Pola pemerintahan daerah semacam
ini akan membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kewenangan, karena basis
kewenangan yang dikembangkan akan lebih bercorak karismatik dibandingkan basis
kewenangan bercorak nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintahan kabupaten
Bekasi sekarang ini hendaknya perlu memberi perhatian pada pembenahan sistem,
termasuk sistem manajemen pemerintahan daerah. Perubahan tersebut hendaknya
dilakukan dalam sebuah strategi besar (grand strategy) yang menjadi payung
untuk berbagai perubahan pada sektor dan lini, agar tidak terjadi pembaharuan
yang bersifat tambal sulam.
Strategi itu antara lain
Pembaharuan Manajemen Pemerintahan, Pembaharuan Manajemen Pemerintahan Daerah
Melalui pendekatan “Management Back to Basic”, Pembaharuan Fungsi Manajemen
Pemerintahan Daerah serta Penguatan Kelembagaan Pemerintahan Daerah. Dengan demikian strategi Pembangunan sistem
manajemen pemerintahan yang responsif menjadi semakin penting manakala
jabatan-jabatan puncak pemerintahan baik di tingkat pemerintah pusat maupun
jabatan puncak ditingkat pemerintah daerah lebih didasarkan pada pertimbangan
politik (aspek akseptabilitas) dibandingkan dengan pertimbangan kemampuan (aspek
kapabilitas).
Tak cukup 2E namun 4E juga
Perubahan sosial dengan berbagai
kecenderungan besar secara timbal balik mempengaruhi pula manajemen yang
dijalankan pada berbagai organisasi, sebab organisasi sebagai wadah kerjasama
guna mencapai tujuan. Perubahan besar pada manajemen pemerintahan terjadi
dengan adanya konsepsi pemikiran dari Osborne dan Gaebler (1999) yang
menawarkan perlunya transformasi semangat kewirausahaan pada sektor
publik.Osborne dan Gaebler mengemukakan sepuluh pokok pikiran yang intinya
mengurangi peranan pemerintah dengan memberdayakan masyarakat serta menjadikan
sektor pemerintah menjadi lebih efisien. Inti pemikiran Osborne dan Gaebler ini
sejalan dengan Savas dan Barzelay. Berkaitan dengan efisiensi Stewart (1997)
mengemukakan bahwa kegiatan organisasi pemerintah yang baik tidak cukup hanya
memenuhi criteria 2E (efficiency dan effectiveness) melainkan harus memenuhi
criteria 4E (economy, Efficiency, effectiveness, equity) artinya pemerintah
tidak memperhatikan faktor efisien dan efektif di dalam menjalankan
organisasinya melainkan juga perlu memperhatikan faktor ekonomis dan keadilan. Osborne
bekerjasama dengan Plastrik (2000) mengemukakan 5 strategi untuk melakukan
pembaharuan pemerintahan, kelima strategi tersebut adalah :The core Strategy,
The Consequences strategy, The costumer Strategy, The control strategy, dan the
culture strategy. Ke lima strategi tersebut perlu digunakan untuk meningkatkan
kinerja sektor publik agar menjadi lebih baik. Strategi tersebut sekaligus juga
menunjukkan bahwa pemerintahan yang berpusat pada masyarakat (the customer
centered government).
(Penulis adalah pemerhati social, warga Negara Indonesia,
sudah mukim kurang lebih 10 tahun di Desa Segarajaya Kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi
Jawa Barat. Penulis dapat dihubungi di 081290937578, email: izhar.mr@gmail.com)